Feel Free To Read It

Kami Datang... Belajar... Dan Melayani
We Came... Learn.. And Serve

Selasa, 04 Januari 2011

Cara menjadi baru dan berbeda

Andai aku dapat memohon agar hidupku sempurna, kemungkinan ini sangat menggiurkan, tapi aku akan merasa hampa, karena hidup tak kan lagi mengajariku apapun.” (Allyson Jones)
Tahun 1993 tampaknya tidak akan menjadi tahun terbaik dalam hidupku. Aku telah menapak tahun yang kedelapan sebagai orang tua tunggal, dengan tiga anak di perguruan tinggi. Putriku yang tidak menikah baru saja melahirkan cucuku yang pertama dan aku sendiri hampir putus dengan seorang pria sangat baik yang telah menjadi teman kencanku selama dari dua tahun. Menghadapi semua ini, aku menghabiskan banyak waktu untuk menyesali diri sendiri.
Pada bulan April tahun itu, aku diminta mewawancarai dan menyusun artikel tentang seorang wanita yang tinggal disebuah kota kecil di Minnesota. Maka bersamaan dengan masa libur paskah, aku dan Andrew, anakku yang tiga belas tahun, berangkat melintas dua Negara bagian untuk bertemu dengan Jan Turner.
Andrew hampir selalu tertidur selama perjalanan jauh itu, tetapi sesekali aku mengajaknya mengobrol. ia wanita cacat. Lalu apa penyebabnya? Apakah karena mengidap suatu penyakit? Menurut ibu, tidak. Tapi entah kenapa, kedua lengan dan kakinya harus diamputasi. Wow. Bagaimana cara ia bergerak? Entahlah. Kita akan mengetahui setibanya disana. Apakah ia mempunyai anak? Dua orang anak laki-laki Tyler dan Cody keduanya anak adopsi. Wanita itu orangtua tunggal juga. Hanya ia belum pernah menikah.
lalu apa yang terjadi padanya? Empat tahun yang lalu Jan seperti Ibu, seorang wanita tunggal yang sibuk. Ia guru musik tetap disebuah sekolah dasar dan mengajarkan bermacam-macam alat musik. Ia juga seorang dirigen di gerejanya.
Andrew terlelap lagi sebelum aku dapat menyelesaikan ceritaku tentang betapa sedikit yang aku tahu tentang kejadian yang dialami Jan. Waktu kendaraan kami melintas Minnesota, aku mulai penasaran tentang cara wanita yang akan kutemui berhasil mengatasi kabar sedemikian mengejutkan, bahwa keempat anggota badannya harus diamputasi. Bagaimana caranya bertahan hidup? Apakah hidupnya sangat bergantung kepada oranglain?
Ketika kami tiba di Willmar, Minnesota, aku menelpon Jan dari hotel kami untuk memberitahukan bahwa aku dapat pergi ke rumahnya untuk menjemputnya bersama anak-anak, sehingga mereka dapat berenang dihotel kami
, sementara kami berbincang-bincang. Tidak usah repot-repot, Pat, saya dapat menyetir sendiri, Anak-anak dan saya akan tiba dalam sepuluh menit. Bagaimana kalo kita makan dulu? Ada cabang Ponderoso dekat hotelmu. Baiklah, itu bagus, kataku dengan ragu, sambil membayangkan rasanya makan disebuah rumah makan umum dengan seorang wanita tanpa lengan dan kaki. Dan bagaimana caranya mengemudikan kendaraan? Aku bertanya dalam hati.
Sepuluh menit kemudian, Jan menghentikan mobilnya didepan hotel. Ia keluar dari mobil, berjalan kearahku dengan lengan tangan dan kaki yang sempurna dan sekilas sama betul dengan lengan dan kaki asli seperti milikku, kemudian mengulurkan lengan kanannya yang dilengkapi dengan kait mengkilap diujungnya untuk berjabatan tangan. Hallo, Pat, saya senang bertemu denganmu. Dan ini pasti Andrew.
Aku meraih kait pada tangannya, meremasnya sedikit dan tersenyum karena malu sendiri. Oh, ya, ini Andrew. Aku melayangkan pandanganku ke kursi belakang mobilnya dan tersenyum kepada dua anak lelaki yang balas tersenyum. Cody, yang lebih muda, tampak bersemangat sekali karena membayangkan akan berenang di kolam hotel sehabis santap malam. Jan kembali ke mobilnya, ketempat duduk belakang. Ayo, Cody, bergeser sedikit supaya bisa masuk. Kami tiba direstoran, ikut dalam antarian,, membayar makanan, lalu kami makan sambil mengobrol ditengah celoteh riang anak-anak kami. Satu-satu yang harus kuperbuat untuk menolong Jan Turner selama malam itu adalah membukakan tutup botol kecap. Setelah itu, sementara ketiga anak kami bermain air di kolam, Jan dan aku duduk ditepi kolam, dan ia menceritakan kisah hidupnya sebelum menderita sakit. Sebagai orangtua tunggal, kau tahu bahwa kita sibuk sepanjang waktu. Sebenarnya, waktu itu hidup kami bagitu baik sehingga saya berpikir untuk mengadopsi seorang anak lagi. Aku tiba-tiba menjadi sadar. Wanita yang berbincang denganku adalah orangtua tunggal yang lebih baik daripada yang pernah kubayangkan. Jan mengejutkan. Pada suatu hari minggu dalam bulan November 1989, saya sedang memainkan terompet di gereja ketika saya tiba-tiba merasa lemas, pusing, dan mual. Dengan menahan semua itu, saya mengajak anak-anak pulang. Saya terhuyung-huyung untuk sampai ketempat tidur, tetapi malam harinya saya sadar bahwa saya memerlukan pertolongan dokter. Jan bercerita bahwa begitu tiba dirumah sakit, ia kehilangan kesadarannya. Tekanan darahnya begitu rendah sehingga tubuhnya menjadi seperti orang mati. Ia menderita pneumonia pneumokokus, infeksi bakteri sama yang telah merenggut nyawa pencipta Muppets, Jin Henson. Salah satu efek samping yang menjadi bencana dalam hal ini adalah terlalu aktifnya system penggumpalan darah, yang mengakibatkan banyaknya pembuluh darah yang tersumbat. Karena tiba-tiba tidak ada darah yang mengalir ke tangan dan kakinya, ia dengan cepat menderita gangrene pada keempat anggota badannya. Dua minggu setelah dibawa ke rumah sakit, kedua lengan Jan harus diamputasi dari tengah lengan bagian bawah dan kedua kakinya dari tengah tulang kering. Beberapa saat sebelum dioperasi, tuturnya, ia menangis keras, Tuhan, mengapa harus begini? Bagaimana aku dapat hidup tanpa lengan, tanpa kaki, dan tanpa tangan? Tidak pernah berjalan lagi? Tidak pernah bermain terompet, gitar, piano, atau alat apapun yang kuajarkan? Aku tidak akan pernah dapat memeluk anak-anakku lagi atau mengurus mereka. Ya, Tuhan, jangan biarkan aku bergantung pada orang lain selama sisa hidupku!
Enam pekan setelah diamputasi,  lengan dan kakinya yang buntung sudah sembuh, lalu dokter memberitahu Jan tentang menggunakan lengan dan kaki palsu. Ia mengatakan bahwa dengan semua itu Jan dapat berjalan, mengendarai mobil, melanjutkan sekolah, bahkan mengajar lagi.  Bagi Jan tentu saja sulit dipercaya, lalu ia mengambil Alkitabnya. Ia membuka Surat Paulus kepada Jemaat di Roma, pasal 12:2 Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Jan merenungkan imbauan ini ”tentang menjadi manusi baru dan berbeda” dan ia memutuskan memberi kesempatan kepada pakar prostetik untuk melakukan yang terbaik. Dengan alat bantu berjalan diikatkan pada kedua lengannya dekat siku dan didampingi olh seorang trapis, ia hanya mampu berjalan dengan limbung selama dua atau tiga menit dengan kaki-kaki barunya sebelum menjadi sangat kecapaian dan kesakitan.
Perlahan-lahan, kata Jan kepada diri sendiri. Jadilah manusia baru dalam perbuatan dan pikiran, tapi majulah selangkah demi selangkah.
Keesokan harinya ia mencoba lengan buatan, dengan system kabel yang rumit, tali karet dan pengait yang dioperasikan melalui sebuah alat kendali pada pundaknya. Dengan menggerakkan otot-otot pundak sedemikian rupa, dalam waktu singkat ia mampu membuka dan menutup pengait untuk mengambil dan memegang benda, untuk berpakaian, dan untuk makan sendiri.
Dalam beberapa bulan, Jan sadar bahwa ia dapat mengerjakan hampir semua yang bisa ia kerjakan meskipun dengan cara yang baru dan berbeda.
Namun, ketika akhirnya saya kembali ke rumah setelah empat bulan menjalani fisioterapi dan terapi okupasi , saya begitu gugup tentang bagaimana jadinya kehidupan saya bersama anak-anak dan kehidupan saya sendiri. Akan tetapi begitu saya tiba dirumah , turun dari mobil, kemudian melangkah kedalam rumah, saya memeluk anak-anak saya dengan kehangatan yang masih dapat saya berikan, dan kami tidak pernah memandang kebelakang.
Waktu aku dan Jan masih berbincang-bincang, Cody, yang telah keluar dari kolam hotel, berdiri dekat ibunya dengan tangan merangkul pundak sang ibu. Ketika Jan bercerita kepadaku tentang keterampilan memasaknya yang baru, Cody tersenyum. Betul, katanya, Ibu yang sekarang jauh lebih terampil daripada sebelum sakit, karena sekarang ia bahkan dapat membalik kue panggang tanpa bantuan alat! Jan tertawa sebagaimana layaknya seorang wanita yang dikaruniai kebahagiaan dan kepuasaan berlimpah, berkat imannya yang teguh.
Setelah kunjungan kami, kini Jan telah menyelesaikan kuliahnya yang kedua, kali ini dalam bidang komunikasi, dan ia sekarang menjadi penyiar di sebuah stasiun radio setempat. Ia juga belajar teologia dan telah diangkat sebagai pembimbing kanak-kanak digerejanya, the Triumphant Life Church di Willmar. Untuk sederhananya, kata Jan, saya menjadi orang yang baru dan berbeda, yang berhasil menjadi pemenang berkat kasih dan kebijaksanaan Tuhan yang tak terbatas.
Setelah bertemu Jan, aku juga menjadi orang yang baru dan berbeda. Aku belajar bersyukur kepada Tuhan atas segala sesuatu dalam hidupku yang membuatku baru dan berbeda, entah dalam perjuangan menjalani pekerjaan paro waktu tambahan agar anak-anakku tetap kuliah, belajar menjadi seorang nenek untuk pertama kalinya atau mengumpulkan keberanian untuk putus dengan seorang teman baik yang mungkin bukan orang yang tepat bagiku.
Jan memang tidak mempunyai lengan, kaki dan tangan dari daging dan darah, tetapi wanita ini memiliki hati dan jiwa lebih besar daripada kebanyakan orang yang pernah kujumpai sebelum dan sejak itu. Ia mengajariku memanfaatkan segala hal yang baru dan berbeda yang dating dalam kehidupanku dengan sepenuh semangat yang dapat kumiliki untuk menjalani hidupku dengan berjaya.
patricia Lorenz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar