Hidup manusia seperti sandiwara, masing-masing punya peranan masing-masing. Ada yang menjadi orang tua untuk mendidik anak, menjadi anak untuk berbakti kepada orang tua, menjadi ayah sebagai kepala keluarga, sebagai abang yang selalu mengalah, mengalah dapat mempererat persaudaraan. Orang yang ramah pada masyarakat adalah seorang budiman.
Sebagai manusia kadang sulit memerankan perannya. Adakalanya keatas salah, kebawah juga salah. Adakalanya orang diatas serba salah kepada orang yang dibawah, begitu juga sebaliknya. Mau maju atau mundur juga serba salah. Jadi seorang manusia sangat sulit untuk memerankannya. Bila sulit menjadi manusia apakah kita masih mau menjadi manusia?
Dahulu ada seorang bhiksu tua dan dibelakangnya ada bhiksu kecil. Pada saat itu di luar ada 2 orang bhiksu sedang berdebat. Setelah beberapa saat berlalu, bhiksu A masuk ke dalam dan berkata, “Guru,menurut saya masalah ini harusnya begini tapi bhiksu B malah bilang saya salah. Menurut Anda saya yang benar atau dia yang benar?” Bhiksu tua berkata, “Kamu benar”. Bhiksu A senang dan berjalan ke luar. Tak lama Bhiksu B masuk ke dalam dengan emosi, berkata “Guru, masalah sayalah yang benar, saya punya bukti, yang dikatakan oleh Bhiksu A adalah salah. Menurut Anda siapa benar?”
Bhiksu tua berkata,”Andalah yang benar.” Bhiksu B dengan senang keluar. Pada saat itu Bhiksu kecil yang berdiri di belakang kebingungan, dan bertanya “Guru,kalo A yang benar, ya benar, kenapa dua-duanya benar?” Bhiksu tua memandang Bhiksu kecil dan berkata, “Anda juga benar…”
Kita mungkin merasa heran kenapa ketiga-tiganya benar? Kita sering mendengar dunia adalah lautan penderitaan. Tapi manusia justru tak tau kalo lautan penderitaan itu adalah hatinya sendiri. Hati ada : jahat-baik, panjang-pendek, bergerak-diam, lebar-sempit, welas asih-kesedihan, ketulusan-keraguan, sama seperti air laut yang begitu ganasnya. Adakalanya juga sama seperti air danau yang begitu tenangnya. Pada saat kekuatiran muncul seperti ombak yang sambung-menyambung menyiksa diri kita.
Coba tanyakan kepada diri sendiri, bukankah penderitaan itu berasal dari hati kita sendiri? Dengan orang kita sering berdebat mana benar-salah, berebut kekuasaan. Apa yang kita dapatkan / menangkan? Bila kita mendapatkan segala yang kita inginkan tetapi justru kita kalah kepada hati nurani kita. Anda telah merusak kualitas diri anda sendiri. Anda kehilangan etika kehidupan kita. Bila begitu bahagiakah kita? Apakah segala sesuatu yang ada disekeliling kita atau suasana hati yang membuat kita tidak bahagia? (suasana hati kita)
Kalau kita menyelesaikan masalah dengan bertengkar maka masalah itu tidak akan selesai. Seseorang saat emosi tidak lagi memikirkan apa yang dikatakan. Hari ini kita adalah seorang Pembina, walau kehilangan logika, kita tetap harus mengeluarkan hati nurani / kebajikan dari dalam diri kita. Lama kelamaan kebiasaan ini bisa menjadi kebiasaan. Pada saat masalah itu timbul kita akan otomatis bisa menghadapi masalah dengan sabar. Kalau mengalah satu langkah maka langit luas ada di depan kita.
Feel Free To Read It
Kami Datang... Belajar... Dan Melayani
We Came... Learn.. And Serve
Sabtu, 20 November 2010
1 Jam Tanpa Dosa
Seorang gadis kecil bertanya kepada ayahnya, "Ayah, bisakah seseorang melewati seumur hidupnya tanpa berbuat dosa?"
Ayahnya menjawab sambil tersenyum : "tak mungkin, nak."
"Bisakah seseorang hidup setahun tanpa berbuat dosa?" tanyanya lagi.
Ayahnya berkata: "tak mungkin, nak."
"Bisakah seseorang hidup sebulan tanpa berbuat dosa?"
Lagi-lagi ayahnya berkata : "Tak mungkin, nak."
"Bisakah seseorang hidup sehari saja tanpa berbuat dosa?" gadis kecil itu bertanya lagi.
Ayahnya mengernyitkan dahi dan berpikir keras untuk menjawab: "mm..... mungkin bisa, nak."
"Lalu.... bisakah seseorang hidup satu jam tanpa dosa? tanpa berbuat jahat
untuk beberapa saat, hanya waktu demi waktu saja, yah? Bisakah?"
Ayahnya tertawa dan berkata : "Nah, kalau itu pasti bisa, nak."
Gadis kecil itu tersenyum lega dan berkata :
"Kalau begitu ayah, aku mau memperhatikan hidupku jam demi jam, waktu demi waktu, momen demi momen,
supaya aku bisa belajar tidak berbuat dosa. Kurasa hidup jam demi jam lebih mudah dijalani, ya?"
Ayahnya menjawab sambil tersenyum : "tak mungkin, nak."
"Bisakah seseorang hidup setahun tanpa berbuat dosa?" tanyanya lagi.
Ayahnya berkata: "tak mungkin, nak."
"Bisakah seseorang hidup sebulan tanpa berbuat dosa?"
Lagi-lagi ayahnya berkata : "Tak mungkin, nak."
"Bisakah seseorang hidup sehari saja tanpa berbuat dosa?" gadis kecil itu bertanya lagi.
Ayahnya mengernyitkan dahi dan berpikir keras untuk menjawab: "mm..... mungkin bisa, nak."
"Lalu.... bisakah seseorang hidup satu jam tanpa dosa? tanpa berbuat jahat
untuk beberapa saat, hanya waktu demi waktu saja, yah? Bisakah?"
Ayahnya tertawa dan berkata : "Nah, kalau itu pasti bisa, nak."
Gadis kecil itu tersenyum lega dan berkata :
"Kalau begitu ayah, aku mau memperhatikan hidupku jam demi jam, waktu demi waktu, momen demi momen,
supaya aku bisa belajar tidak berbuat dosa. Kurasa hidup jam demi jam lebih mudah dijalani, ya?"
Kehidupan Yang Berarti
Berapa umur kita saat ini?
25 tahun, 35 tahun, 45 tahun atau bahkan 60 tahun...
Berapa lama kita telah melalui kehidupan kita?
Berapa lama lagi sisa waktu kita untuk menjalani kehidupan?
Tidak ada seorang pun yang tahu kapan kita mengakhiri hidup ini.
25 tahun, 35 tahun, 45 tahun atau bahkan 60 tahun...
Berapa lama kita telah melalui kehidupan kita?
Berapa lama lagi sisa waktu kita untuk menjalani kehidupan?
Tidak ada seorang pun yang tahu kapan kita mengakhiri hidup ini.
Matahari terbit dan kokok ayam menandakan pagi telah tiba. Waktu untuk kita bersiap melakukan aktivitas, sebagai karyawan, sebagai pelajar, sebagai seorang profesional, dll.
Kita memulai hari yang baru. Macetnya jalan membuat kita semakin tegang menjalani hidup. Terlambat sampai di kantor, itu hal biasa. Pekerjaan menumpuk, tugas dari boss yang membuat kepala pusing, sikap anak buah yang tidak memuaskan, dan banyak problematika pekerjaan harus kita hadapi di kantor.
Kita memulai hari yang baru. Macetnya jalan membuat kita semakin tegang menjalani hidup. Terlambat sampai di kantor, itu hal biasa. Pekerjaan menumpuk, tugas dari boss yang membuat kepala pusing, sikap anak buah yang tidak memuaskan, dan banyak problematika pekerjaan harus kita hadapi di kantor.
Tak terasa, siang menjemput..."Waktunya istirahat..makan-makan.." Perut lapar, membuat manusia sulit berpikir. Otak serasa buntu. Pekerjaan menjadi semakin berat untuk diselesaikan. Matahari sudah berada tepat di atas kepala. Panas betul hari ini...
Akhirnya jam istirahat selesai, waktunya kembali bekerja...Perut kenyang, bisa jadi kita bukannya semangat bekerja malah ngantuk. Aduh tapi pekerjaan kok masih banyak yang belum selesai. Mulai lagi kita kerja, kerja dan terus bekerja sampai akhirnya terlihat di sebelah barat...
Matahari telah tersenyum seraya mengucapkan selamat berpisah. Gelap mulai menjemput. Lelah sekali hari ini. Sekarang jalanan macet. Kapan saya sampai di rumah. Badan pegal sekali, dan badan rasanya lengket. Nikmat nya air hangat saat mandi nanti. Segar segar...
Matahari telah tersenyum seraya mengucapkan selamat berpisah. Gelap mulai menjemput. Lelah sekali hari ini. Sekarang jalanan macet. Kapan saya sampai di rumah. Badan pegal sekali, dan badan rasanya lengket. Nikmat nya air hangat saat mandi nanti. Segar segar...
Ada yang memacu kendaraan dengan cepat supaya sampai di rumah segera, dan ada yang berlarian mengejar bis kota bergegas ingin sampai di rumah. Dinamis sekali kehidupan ini.
Waktunya makan malam tiba. Sang istri atau mungkin Ibu kita telah menyiapkan makanan kesukaan kita. "Ohh..ada sop ayam" . "Wah soto daging buatan ibu memang enak sekali". Suami memuji masakan istrinya, atau anak memuji masakan Ibunya. Itu juga kan yang sering kita lakukan...Selesai makan, bersantai sambil nonton TV.
Waktunya makan malam tiba. Sang istri atau mungkin Ibu kita telah menyiapkan makanan kesukaan kita. "Ohh..ada sop ayam" . "Wah soto daging buatan ibu memang enak sekali". Suami memuji masakan istrinya, atau anak memuji masakan Ibunya. Itu juga kan yang sering kita lakukan...Selesai makan, bersantai sambil nonton TV.
Tak terasa heningnya malam telah tiba. Lelah menjalankan aktivitas hari ini, membuat kita tidur dengan lelap. Terlelap sampai akhirnya pagi kembali menjemput dan mulailah hari yang baru lagi.
Kehidupan..ya seperti itu lah kehidupan di mata sebagian besar orang. Bangun, mandi, bekerja, makan, dan tidur adalah kehidupan. Jika pandangan kita tentang arti kehidupan sebatas itu, mungkin kita tidak ada bedanya dengan hewan yang puas dengan bisa bernapas, makan, minum, melakukan kegiatan rutin, tidur.
Siang atau malam adalah sama. Hanya rutinitas...sampai akhirnya maut menjemput. Memang itu adalah kehidupan tetapi bukan kehidupan dalam arti yang luas. Sebagai manusia jelas kita memiliki perbedaan dalam menjalankan kehidupan. Kehidupan bukanlah sekedar rutinitas.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencurahkan potensi diri kita untuk orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita berbagi suka dan duka dengan orang
yang kita sayangi.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita bisa mengenal orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita melayani setiap umat manusia.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencintai pasangan kita, orang tua
kita, saudara, serta mengasihi sesama kita.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita melayani setiap umat manusia.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencintai pasangan kita, orang tua
kita, saudara, serta mengasihi sesama kita.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita belajar dan terus belajar tentang
arti kehidupan.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita selalu mengucap syukur kepada Yang
Maha Kuasa .. Kehidupan adalah ... dll.
Begitu banyak Kehidupan yang bisa kita jalani.
Berapa tahun kita telah melalui kehidupan kita ?
Berapa tahun kita telah menjalani kehidupan rutinitas kita ?
Akankah sisa waktu kita sebelum ajal menjemput hanya kita korbankan untuk
sebuah rutinitas belaka ?
arti kehidupan.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita selalu mengucap syukur kepada Yang
Maha Kuasa .. Kehidupan adalah ... dll.
Begitu banyak Kehidupan yang bisa kita jalani.
Berapa tahun kita telah melalui kehidupan kita ?
Berapa tahun kita telah menjalani kehidupan rutinitas kita ?
Akankah sisa waktu kita sebelum ajal menjemput hanya kita korbankan untuk
sebuah rutinitas belaka ?
Kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput, mungkin 5 tahun lagi, mungkin 1 tahun lagi, mungkin sebulan lagi, mungkin besok, atau mungkin 1 menit lagi.
Hanya Tuhanlah yang tahu...
Pandanglah di sekeliling kita...ada segelintir orang yang membutuhkan kita. Mereka menanti kehadiran kita. Mereka menanti dukungan kita. Orang tua, saudara, pasangan, anak, sahabat dan sesama...... Serta Tuhan yang setia menanti ucapan syukur dari bibir kita.
Hanya Tuhanlah yang tahu...
Pandanglah di sekeliling kita...ada segelintir orang yang membutuhkan kita. Mereka menanti kehadiran kita. Mereka menanti dukungan kita. Orang tua, saudara, pasangan, anak, sahabat dan sesama...... Serta Tuhan yang setia menanti ucapan syukur dari bibir kita.
Bersyukurlah padaNYA setiap saat bahwa kita masih dipercayakan untuk menjalani kehidupan ini. Buatlah hidup ini menjadi suatu ibadah.Selamat menjalani hidup yang lebih berkualitas.
True Story 'bout L.O.V.E
Saya adalah ibu tiga orang anak (umur 14, 12, dan 3 tahun) dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat inspiratif dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya. Tugas terakhir yang diberikannya diberi nama "Tersenyum". Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan tersenyum kepada tiga orang dan mendokumentasikan reaksi mereka.
Saya adalah seorang yang mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang dan mengatakan "hello", jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah. Segera setelah kami menerima tugas tsb, suami saya, anak bungsu saya, dan saya pergi ke restoran McDonald's pada suatu pagi di bulan Maret yang sangat dingin dan kering. Ini adalah salah satu cara kami dalam antrian, menunggu untuk dilayani, ketika mendadak setiap orang di sekitar kami mulai menyingkir, dan bahkan kemudian suami saya ikut menyingkir.
Saya tidak bergerak sama sekali... suatu perasaan panik menguasai diri saya ketika saya berbalik untuk melihat mengapa mereka semua menyingkir. Ketika berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang sangat menyengat, dan berdiri di belakang saya dua orang lelaki tunawisma. Ketika saya menunduk melihat laki-laki yang lebih pendek, yang dekat dengan saya, ia sedang "tersenyum". Matanya yang biru langit indah penuh dengan cahaya Tuhan ketika ia minta untuk dapat diterima. Ia berkata "Good day" sambil menghitung beberapa koin yang telah ia kumpulkan. Lelaki yang kedua memainkan tangannya dengan gerakan aneh sambil berdiri di belakang temannya. Saya menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental dan lelaki dengan mata biru itu adalah penolongnya. Saya menahan haru ketika berdiri di sana bersama mereka. Wanita muda di counter menanyai lelaki itu apa yang mereka inginkan. Ia berkata, "Kopi saja, Nona" karena hanya itulah yang mampu mereka beli. (Jika mereka ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh mereka, mereka harus membeli esuatu. Ia hanya ingin menghangatkan badan).
Kemudian saya benar-benar merasakannya - desakan itu sedemikian kuat sehingga saya hampir saja merengkuh dan memeluk lelaki kecil bermata biru itu. Hal itu terjadi bersamaan dengan ketika saya menyadari bahwa semua mata di restoran menatap saya, menilai semua tindakan saya. Saya tersenyum dan berkata pada wanita di belakang counter untuk memberikan saya dua paket makan pagi lagi dalam nampan terpisah. Kemudian saya berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu sebagai tempat istirahatnya. Saya meletakkan nampan itu ke atas meja dan meletakkan tangan saya di atas tangan dingin lelaki bemata biru itu. Ia melihat ke arah saya, dengan air mata berlinang, dan berkata "Terima kasih." Saya meluruskan badan dan mulai menepuk tangannya dan berkata, "Saya tidak melakukannya untukmu. Tuhan berada di sini bekerja melalui diriku untuk memberimu harapan." Saya mulai menangis ketika saya berjalan meninggalkannya dan bergabung dengan suami dan anak saya.
Ketika saya duduk suami saya tersenyum kepada saya dan berkata, "Itulah sebabnya mengapa Tuhan memberikan kamu kepadaku, Sayang. Untuk memberiku harapan." Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan pada saat itu kami tahu bahwa hanya karena Kasih Tuhan kami diberikan apa yang dapat kami berikan untuk orang lain. Hari itu menunjukkan kepadaku cahaya kasih Tuhan yang murni dan indah. Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah, dengan cerita ini ditangan saya.
Saya menyerahkan "proyek" saya dan dosen saya membacanya. Kemudian ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkan saya membagikan ceritamu kepada yang lain?" Saya mengangguk pelahan dan ia kemudian meminta perhatian dari kelas. Ia mulai membaca dan saat itu saya tahu bahwa kami, sebagai manusia dan bagian dari Tuhan, membagikan pengalaman ini untuk menyembuhkan dan untuk disembuhkan.
Dengan caraNya sendiri, Tuhan memakai saya untuk menyentuh orang-orang yang ada diMcDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap jiwa yang menghadiri ruang kelas di malam terakhir saya sebagai mahasiswi.. Saya lulus dengan satu pelajaran terbesar yang pernah saya pelajari: PENERIMAAN YANG TAK BERSYARAT. Banyak cinta dan kasih sayang yang dikirimkan kepada setiap orang yang mungkin membaca cerita ini dan mempelajari bagaimana untuk MENCINTAI SESAMA DAN MEMANFAATKAN BENDA-BENDA BUKANNYA MENCINTAI BENDA DAN MEMANFAATKAN SESAMA.
Banyak orang akan datang dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya sahabat2 sejati yang akan meninggalkan jejak di dalam hatimu. Untuk menangani dirimu, gunakan kepalamu. Tetapi untuk menangani orang lain, gunakan hatimu. Tuhan memberikan kepada setiap burung makanan mereka, tetapi Ia tidak melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka. Ia yang kehilangan uang, kehilangan banyak;
Ia yang kehilangan seorang teman, kehilangan lebih banyak; tetapi ia yang kehilangan keyakinan, kehilangan semuanya. Orang-orang muda yang cantik adalah hasil kerja alam, tetapi orang-orang tua yang cantik adalah hasil karya seni. Belajarlah dari kesalahan orang lain. Engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk mendapatkan semua itu dari dirimu sendiri
Saya adalah seorang yang mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang dan mengatakan "hello", jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah. Segera setelah kami menerima tugas tsb, suami saya, anak bungsu saya, dan saya pergi ke restoran McDonald's pada suatu pagi di bulan Maret yang sangat dingin dan kering. Ini adalah salah satu cara kami dalam antrian, menunggu untuk dilayani, ketika mendadak setiap orang di sekitar kami mulai menyingkir, dan bahkan kemudian suami saya ikut menyingkir.
Saya tidak bergerak sama sekali... suatu perasaan panik menguasai diri saya ketika saya berbalik untuk melihat mengapa mereka semua menyingkir. Ketika berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang sangat menyengat, dan berdiri di belakang saya dua orang lelaki tunawisma. Ketika saya menunduk melihat laki-laki yang lebih pendek, yang dekat dengan saya, ia sedang "tersenyum". Matanya yang biru langit indah penuh dengan cahaya Tuhan ketika ia minta untuk dapat diterima. Ia berkata "Good day" sambil menghitung beberapa koin yang telah ia kumpulkan. Lelaki yang kedua memainkan tangannya dengan gerakan aneh sambil berdiri di belakang temannya. Saya menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental dan lelaki dengan mata biru itu adalah penolongnya. Saya menahan haru ketika berdiri di sana bersama mereka. Wanita muda di counter menanyai lelaki itu apa yang mereka inginkan. Ia berkata, "Kopi saja, Nona" karena hanya itulah yang mampu mereka beli. (Jika mereka ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh mereka, mereka harus membeli esuatu. Ia hanya ingin menghangatkan badan).
Kemudian saya benar-benar merasakannya - desakan itu sedemikian kuat sehingga saya hampir saja merengkuh dan memeluk lelaki kecil bermata biru itu. Hal itu terjadi bersamaan dengan ketika saya menyadari bahwa semua mata di restoran menatap saya, menilai semua tindakan saya. Saya tersenyum dan berkata pada wanita di belakang counter untuk memberikan saya dua paket makan pagi lagi dalam nampan terpisah. Kemudian saya berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu sebagai tempat istirahatnya. Saya meletakkan nampan itu ke atas meja dan meletakkan tangan saya di atas tangan dingin lelaki bemata biru itu. Ia melihat ke arah saya, dengan air mata berlinang, dan berkata "Terima kasih." Saya meluruskan badan dan mulai menepuk tangannya dan berkata, "Saya tidak melakukannya untukmu. Tuhan berada di sini bekerja melalui diriku untuk memberimu harapan." Saya mulai menangis ketika saya berjalan meninggalkannya dan bergabung dengan suami dan anak saya.
Ketika saya duduk suami saya tersenyum kepada saya dan berkata, "Itulah sebabnya mengapa Tuhan memberikan kamu kepadaku, Sayang. Untuk memberiku harapan." Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan pada saat itu kami tahu bahwa hanya karena Kasih Tuhan kami diberikan apa yang dapat kami berikan untuk orang lain. Hari itu menunjukkan kepadaku cahaya kasih Tuhan yang murni dan indah. Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah, dengan cerita ini ditangan saya.
Saya menyerahkan "proyek" saya dan dosen saya membacanya. Kemudian ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkan saya membagikan ceritamu kepada yang lain?" Saya mengangguk pelahan dan ia kemudian meminta perhatian dari kelas. Ia mulai membaca dan saat itu saya tahu bahwa kami, sebagai manusia dan bagian dari Tuhan, membagikan pengalaman ini untuk menyembuhkan dan untuk disembuhkan.
Dengan caraNya sendiri, Tuhan memakai saya untuk menyentuh orang-orang yang ada diMcDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap jiwa yang menghadiri ruang kelas di malam terakhir saya sebagai mahasiswi.. Saya lulus dengan satu pelajaran terbesar yang pernah saya pelajari: PENERIMAAN YANG TAK BERSYARAT. Banyak cinta dan kasih sayang yang dikirimkan kepada setiap orang yang mungkin membaca cerita ini dan mempelajari bagaimana untuk MENCINTAI SESAMA DAN MEMANFAATKAN BENDA-BENDA BUKANNYA MENCINTAI BENDA DAN MEMANFAATKAN SESAMA.
Banyak orang akan datang dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya sahabat2 sejati yang akan meninggalkan jejak di dalam hatimu. Untuk menangani dirimu, gunakan kepalamu. Tetapi untuk menangani orang lain, gunakan hatimu. Tuhan memberikan kepada setiap burung makanan mereka, tetapi Ia tidak melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka. Ia yang kehilangan uang, kehilangan banyak;
Ia yang kehilangan seorang teman, kehilangan lebih banyak; tetapi ia yang kehilangan keyakinan, kehilangan semuanya. Orang-orang muda yang cantik adalah hasil kerja alam, tetapi orang-orang tua yang cantik adalah hasil karya seni. Belajarlah dari kesalahan orang lain. Engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk mendapatkan semua itu dari dirimu sendiri
Batu dan Pasir
Ini sebuah kisah tentang 2 orang sahabat karib yg sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengahperjalanan, mereka bertengkar dan salah seorang menampar temannya. Orang yg kena tampar merasa sakit hati, tp dgn tnp berkata-kata, dia menulis di atas pasir :
HARI INI, SAHABAT TERBAIK KU MENAMPAR PIPIKU
Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, dimana mereka memutuskan utk mandi. Orang yg pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu :
HARI INI, SAHABAT TERBAIK KU MENYELAMATKAN NYAWAKU
Orang yg menolong dan menampar sahabatnya, bertanya "kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir dan skrg km menulis di batu?" Temannya sambil tersenyum menjawab,"Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datangberhembus dan menhapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa baik terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar takkan pernah bisa hilang tertiup angin."Dalam hidup ini sering timbul beda pendapat dan konflik karena sudut pandang yang berbeda. Oleh karenanya cobalah untuk saling memaafkan dan lupakan masa lalu
HARI INI, SAHABAT TERBAIK KU MENAMPAR PIPIKU
Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, dimana mereka memutuskan utk mandi. Orang yg pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu :
HARI INI, SAHABAT TERBAIK KU MENYELAMATKAN NYAWAKU
Orang yg menolong dan menampar sahabatnya, bertanya "kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir dan skrg km menulis di batu?" Temannya sambil tersenyum menjawab,"Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datangberhembus dan menhapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa baik terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar takkan pernah bisa hilang tertiup angin."Dalam hidup ini sering timbul beda pendapat dan konflik karena sudut pandang yang berbeda. Oleh karenanya cobalah untuk saling memaafkan dan lupakan masa lalu
Seorang Teman
Sewaktu kita duduk di taman kanak-kanak, kita berpikir kalau seorang , teman yang baik adalah teman yang meminjamkan krayon warna merah ketika yang ada hanyalah krayon warna hitam.
Di sekolah dasar, kita lalu menemukan bahwa seorang teman yang baik adalah teman yang mau menemani kita ke toilet, menggandeng tangan kita sepanjang koridor menuju kelas, membagi makan siangnya dengan kita ketika kita lupa membawanya.
Di sekolah lanjutan pertama, kita punya ide kalau seorang teman yang baik adalah teman yang mau menyontekkan PR-nya pada kita, pergi bersama kepesta dan menemani kita makan siang.
Di SMA, kita merasa kalau seorang teman yang baikadalah teman yang mengajak kitamengendarai mobil barunya, meyakinkan orang tua kitakalau kita boleh pulang malam sedikit, ............ ..dan mau mendengar kisah sedih saat kita putus daripacar,
Di masa berikutnya, kita melihat kalau seorang temanyang baik adalah teman yang selalu ada terutama di saat-saat sulit kita, membuat kita merasa aman melalui masa-masa seperti apapun,meyakinkan kita kalau kita akan lulus dalam ujiansidang sarjana kita.
Dan seiring berjalannya waktu kehidupan, kita menemukan kalau seorang teman yang baik adalah teman yang selalu memberi kita dua pilihan yang baik, merangkul kita , ketika kita menghadapi masalah yang menakutkan dan sesulit apapun , membantu kita bertahan menghadapi orang-orang yang hanya mau mengambil keuntungan dari kita, menegur ketika kita melalaikan sesuatu, mengingatkan ketika kita lupa, membantu meningkatkan percaya diri kita,menolong kita untuk menjadi seseorang yang lebih baik, dan terlebih lagi... menerima diri kita apa adanya...
Thanks for being my friend...
Di sekolah dasar, kita lalu menemukan bahwa seorang teman yang baik adalah teman yang mau menemani kita ke toilet, menggandeng tangan kita sepanjang koridor menuju kelas, membagi makan siangnya dengan kita ketika kita lupa membawanya.
Di sekolah lanjutan pertama, kita punya ide kalau seorang teman yang baik adalah teman yang mau menyontekkan PR-nya pada kita, pergi bersama kepesta dan menemani kita makan siang.
Di SMA, kita merasa kalau seorang teman yang baikadalah teman yang mengajak kitamengendarai mobil barunya, meyakinkan orang tua kitakalau kita boleh pulang malam sedikit, ............ ..dan mau mendengar kisah sedih saat kita putus daripacar,
Di masa berikutnya, kita melihat kalau seorang temanyang baik adalah teman yang selalu ada terutama di saat-saat sulit kita, membuat kita merasa aman melalui masa-masa seperti apapun,meyakinkan kita kalau kita akan lulus dalam ujiansidang sarjana kita.
Dan seiring berjalannya waktu kehidupan, kita menemukan kalau seorang teman yang baik adalah teman yang selalu memberi kita dua pilihan yang baik, merangkul kita , ketika kita menghadapi masalah yang menakutkan dan sesulit apapun , membantu kita bertahan menghadapi orang-orang yang hanya mau mengambil keuntungan dari kita, menegur ketika kita melalaikan sesuatu, mengingatkan ketika kita lupa, membantu meningkatkan percaya diri kita,menolong kita untuk menjadi seseorang yang lebih baik, dan terlebih lagi... menerima diri kita apa adanya...
Thanks for being my friend...
Cacatku Ada Berkah Buat Diriku
"Terlahir cacat itu bagiku merupakan anugerah spesial dari Tuhan.
Aku sampaikan pesan bahwa kalian bisa melakukan apa pun," kata Hee Ah Lee (21), pianis asal Korea yang terlahir dengan empat jari.
Aku sampaikan pesan bahwa kalian bisa melakukan apa pun," kata Hee Ah Lee (21), pianis asal Korea yang terlahir dengan empat jari.
Ode to Joy karya Beethoven itu mengalun dari piano Hee Ah Lee di Lagoon Tower, Hotel Sultan, Jakarta , Rabu (28/3) pagi. Itu hanya bagian repertoar sehari-hari Hee, selain juga nomor populer Ballade Pour Adeline, Hungarian Dance dari Brahms, sampai karya Chopin Fantasie Impromptu.
Hee memainkan karya itu dengan empat jari. Ia menderita lobster claw syndrome. Pada masing-masing ujung tangan Hee terdapat dua jari yang membentuk huruf V seperti capit kepiting. Kakinya hanya sebatas bawah lutut hingga tak dapat menginjak pedal piano standar. Untuk bermain piano, pedal sengaja ditinggikan agar bisa diinjak oleh kakinya yang pendek itu. Ia juga mengalami keterbelakangan mental.
Kondisi semacam itu mungkin akan dibahasakan orang sebagai kekurangan. Akan tetapi, Hee menyebutnya sebagai, "Special gift, anugerah spesial dari Tuhan."Ia bisa memainkan Piano Concerto No 21 dari Mozart bersama orkes simfoni. Ia mendapat sederet penghargaan atas keterampilan bermain piano. Ia berkeliling dunia, termasuk bermain bersama pianis Richard Clayderman di Gedung Putih, Washington, Amerika Serikat.
"Aku berkeliling dunia. Aku bermain piano dari sekolah ke sekolah untuk memberi motivasi kepada kaum muda bahwa mereka bisa melakukan apa pun kalau berusaha," kata Hee. Kasih ibu Hee akan tampil dalam konser Sharing The Strength of Love di Balai Kartini, Jakarta , pada Sabtu (31/3) malam yang digelar promotor Empang Besar Makmur (EBM) bekerja sama dengan Radio Delta FM 99.1 Jakarta dan koran Korea HannhPress.
Hee hadir untuk memberi inspirasi kepada orang tentang kekuatan kasih yang mengubah "kekurangan" menjadi kekuatan. Hee lahir dari Woo Kap Sun (50). Woo telah mengetahui sejak awal bahwa anaknya akan terlahir cacat. Ayah Hee adalah bekas tentara Korea ." Ada sanak keluarga kami menganggap itu sebagai aib. Mereka bahkan menyarankan agar jika kelak lahir, bayi itu dikrim ke panti asuhan," kata Woo dalam bahasa Korea lewat penerjemah. Woo menolak saran tersebut.
Ia menerima Hee sebagai kenyataan dan anugerah. Ia pun menamai anaknya dengan nama indah. Hee dalam bahasa Korea berarti suka cita. Dan Ah adalah tunas pohon yang terus tumbuh, sedangkan Lee nama marga. Hee Ah Lee adalah suka cita yang terus tumbuh bagai pohon. "Ketika lahir saya melihat, ah betapa cantiknya dia. Ini anugerah Tuhan," kata Woo dengan muka berbinar.
"Saya bacakan cerita-cerita sebelum tidur. Saya nyanyikan lagu-lagu untuk dia dalam buaian," lanjut ibu yang tangguh itu.
Woo merawat, mendidik dan memperkenalkan Hee pada kehidupan nyata. Ia memperlakukan Hee sebagaimana anak-anak lain. Untuk melatih kekuatan otot tangan, Hee diajarinya bermain piano sejak usia 6 tahun. Saat itu, jarinya belum mampu mengangkat pensil. Hee mengenang guru piano pertamanya yaitu Cho Mi Kyong sebagai guru yang keras. Sang guru memperlakukan Hee sebagai murid dengan sepuluh jari. Ia tidak melatih Hee dengan pertimbangan rasa kasihan karena kondisi fisik.
"Guru saya bilang, jangan bersikap sebagai orang cacat. Tapi bermainlah sebagai orang normal," kenang Hee yang selalu ramah dalam bertutur."Aku berlatih terus hingga lelah dan menangis. Betapa sulit bermain dengan empat jari. Susah sekali bagiku memainkan notasi yang bersambungan," kata Hee lagi.Ketika Hee memainkan arpeggio atau memainkan chord secara melodik dan runut, memang terdengar ada not yang terlompati. Tapi, itu tidak merusak melodi ataupun mengubah bangun komposisi. Ia mengaku 70 persen bermain dengan hati dan sisanya dengan teknik yang ia kondisikan untuk empat jari.
Pernah menyerah? Patah semangat? "Bayangkan Anda makan satu jenis makanan terus menerus. Aku pernah bosan. Tapi, aku memakannnya terus. Aku berlatih terus menerus," kata Hee tentang ketekunan.Percaya diri Begitulah, diam-diam sang ibu menanamkan rasa percaya diri. Ia menggembleng Hee agar tumbuh mandiri, penuh percaya diri dan bersemangat baja menghadapi hidup.Bayangkan, untuk bisa memainkan karya Chopin Fantasie Impromptu, Hee berlatih lima sampai sepuluh jam sehari selama lima tahun. Hasilnya memang luar biasa. Umur 12 tahun, Hee telah menggelar resital piano tunggal.
"Ibu menanamkan rasa percaya diri padaku. Bahwa aku harus bisa melakukan segalanya sendiri. Bahwa kalau aku bisa main piano, aku bisa melakukan apa saja. meski aku tahu itu makan waktu banyak," ungkap Hee.Piano menjadi sahabat dan jendela bagi Hee untuk melangkah di pentas kehidupan. Ia lalui masa kecil dengan bahagia seperti kebanyakan anak-anak. Ketika ada cercaan orang, Hee menghadapinya secara dewasa.
"Teman-teman ada yang mengatai aku sebagai hantu atau monster. Tetapi, aku menerima itu," kata Hee, tetap dengan senyum. "Aku tidak pernah membandingkan diri dengan orang lain atau merasa beda dengan yang lain. Aku hanya ingin melakukan sesuatu seperti orang lain," kata Hee pula.He Ah Lee menjadi inspirasi bagi mereka yang merasa diri sempurna untuk berbuat sesuatu bagi kehidupan.
Aku Dan Keong
Tuhan memberiku sebuah tugas, yaitu membawa keong jalan-jalan. Aku tak dapat jalan terlalu cepat, Keong sudah berusaha keras merangkak, setiap kali hanya beralih sedemikian sedikit.
Aku mendesak, menghardik, memarahinya, Keong memandangku dengan pandangan meminta-maaf, serasa berkata : "aku sudah berusaha dengan segenap tenaga..."
Aku menariknya, menyeret, bahkan menendangnya, Keong terluka. Ia mengucurkan keringat, nafas tersengal-sengal, merangkak ke depan.
Sungguh aneh, mengapa Tuhan memintaku mengajak seekor keong berjalan-jalan? Ya Tuhan! Mengapa? Langit sunyi-senyap...
Biarkan saja keong merangkak di depan, aku kesal di belakang. Pelankan langkah, tenangkan hati...
Oh? Tiba-tiba tercium aroma bunga, ternyata ini adalah sebuah taman bunga. Aku rasakan hembusan sepoi angin, ternyata angin malam demikian lembut. Ada lagi! Aku dengar suara kicau burung, suara dengung cacing. (mang cacing mendengung?! tawon kalii??) Aku lihat langit penuh bintang cemerlang. Oh? Mengapa dulu tidak rasakan semua ini? Barulah aku teringat, mungkin aku telah salah menduga!
Ternyata Tuhan meminta Keong menuntunku jalan-jalan sehingga aku dapat mamahami dan merasakan keindahan taman ini yang tak pernah kualami kalau aku berjalan sendiri dengan cepatnya.
"He's here and with me for a reason"
Saat bertemu dengan orang yang benar-benar engkau kasihi, haruslah berusaha memperoleh kesempatan untuk bersamanya seumur hidupmu. Karena ketika dia telah pergi, segalanya telah terlambat.
Saat bertemu teman yang dapat dipercaya, rukunlah bersamanya. Karena seumur hidup manusia, teman sejati tak mudah ditemukan.
Saat bertemu penolongmu, ingat untuk bersyukur padanya. Karena ia lah yang mengubah hidupmu.
Saat bertemu orang yang pernah kau cintai, ingatlah dengan tersenyum untuk berterima-kasih. Karena ia lah orang yang membuatmu lebih mengerti tentang kasih.
Saat bertemu orang yang pernah kau benci, sapalah dengan tersenyum. Karena ia membuatmu semakin teguh.
Saat bertemu orang yang pernah mengkhianatimu, baik-baiklah berbincanglah dengannya. Karena jika bukan karena dia, hari ini engkau tak memahami dunia ini.
Saat bertemu orang yang pernah diam-diam kau cintai, berkatilah dia. Karena saat kau mencintainya, bukankah berharap ia bahagia?
Saat bertemu orang yang tergesa-gesa meninggalkanmu, berterima-kasihlah bahwa ia pernah ada dalam hidupmu. Karena ia adalah bagian dari nostalgiamu.
Saat bertemu orang yang pernah salah-paham padamu, gunakan saat tersebut untuk menjelaskannaya. Karena engkau mungkin hanya punya satu kesempatan itu saja untuk menjelaskan.
Saat bertemu orang yang saat ini menemanimu seumur hidup, berterima-kasihlah sepenuhnya bahwa ia mencintaimu. Karena saat ini kalian mendapatkan kebahagiaan dan cinta sejati.
Jumat, 19 November 2010
Hal Luar biasa yang dapat dilakukan oleh bocah 7 tahun
Di sebuah kota di California, tinggal seorang anak laki2 berusia tujuh tahun yang bernama Luke. Luke gemar bermain bisbol. Ia bermain pada sebuah tim bisbol di kotanya yang bernama Little League. Luke bukanlah seorang pemain yang hebat. Pada setiap pertandingan, ia lebih banyak menghabiskan waktunya di kursi pemain cadangan. Akan tetapi, ibunya selalu hadir di setiap pertandingan untuk bersorak dan memberikan semangat saat Luke dapat memukul bola maupun tidak.
Kehidupan Sherri Collins, ibu Luke, sangat tidak mudah. Ia menikah dengan kekasih hatinya saat masih kuliah. Kehidupan mereka berdua setelah pernikahan berjalan seperti cerita dalam buku-buku roman. Namun, keadaan itu hanya berlangsung sampai pada musim dingin saat Luke berusia tiga tahun. Pada musim dingin, di jalan yang berlapis es, suami Sherri meninggal karena mobil yang ditumpanginya bertabrakan dengan mobil yangdatang dari arah berlawanan. Saat itu, ia dalam perjalanan pulang dari pekerjaan paruh waktu yang biasa dilakukannya pada malam hari.
“Aku tidak akan menikah lagi,” kata Sherri kepada ibunya. “Tidak ada yang dapat mencintaiku seperti dia”.
“Kau tidak perlu menyakinkanku,” sahut ibunya sambil tersenyum. Ia adalah seorang janda dan selalu memberikan nasihat yang dapat membuat Sherri merasa nyaman. “Dalam hidup ini, ada seseorang yang hanya memiliki satu orang saja yang sangat istimewa bagi dirinya dan tidak ingin terpisahkan untuk selama-lamanya. Namun jika salah satu dari mereka pergi, akan lebih baik bagi yang ditinggalkan untuk tetap sendiri daripada ia memaksakan mencari penggantinya.”
“Kau tidak perlu menyakinkanku,” sahut ibunya sambil tersenyum. Ia adalah seorang janda dan selalu memberikan nasihat yang dapat membuat Sherri merasa nyaman. “Dalam hidup ini, ada seseorang yang hanya memiliki satu orang saja yang sangat istimewa bagi dirinya dan tidak ingin terpisahkan untuk selama-lamanya. Namun jika salah satu dari mereka pergi, akan lebih baik bagi yang ditinggalkan untuk tetap sendiri daripada ia memaksakan mencari penggantinya.”
Sherri sangat bersyukur bahwa ia tidak sendirian. Ibunya pindah untuk tinggal bersamanya. Bersama-sama,mereka berdua merawat Luke. Apapun masalah yg dihadapi anaknya, Sherri selalu memberikan dukungan sehingga Luke akan selalu bersikap optimis. Setelah Luke kehilangan seorang ayah, ibunya juga selalu berusaha menjadi seorang ayah bagi Luke.
Pertandingan demi pertandingan, minggu demi minggu,Sherri selalu datang dan bersorak-sorai untuk memberikan dukungan kepada Luke, meskipun ia hanya bermain beberapa menit saja. Suatu hari, Luke datang ke pertandingan seorang diri.
“Pelatih”, panggilnya. “Bisakah aku bermain dalam pertandingan ini sekarang? Ini sangat penting bagiku. Aku mohon ?”
Pelatih mempertimbangkan keinginan Luke. Luke masih kurang dapat bekerja sama antar pemain. Namun dalam pertandingan sebelumnya, Luke berhasil memukul bola dan mengayunkan tongkatnya searah dengan arah datangnya bola. Pelatih kagum tentang kesabaran dan sportivitas Luke, dan Luke tampak berlatih extra keras dalam beberapa hari ini.
“Tentu,” jawabnya sambil mengangkat bahu, kemudian ditariknya topi merah Luke. “Kamu dapat bermain hari ini. Sekarang, lakukan pemanasan dahulu.”
Hati Luke bergetar saat ia diperbolehkan untuk bermain. Sore itu, ia bermain dengan sepenuh hatinya. Ia berhasil melakukanhome run dan mencetak dua single. Ia pun berhasil menangkap bola yang sedang melayang sehingga membuat timnya berhasil memenangkan pertandingan.
“Pelatih”, panggilnya. “Bisakah aku bermain dalam pertandingan ini sekarang? Ini sangat penting bagiku. Aku mohon ?”
Pelatih mempertimbangkan keinginan Luke. Luke masih kurang dapat bekerja sama antar pemain. Namun dalam pertandingan sebelumnya, Luke berhasil memukul bola dan mengayunkan tongkatnya searah dengan arah datangnya bola. Pelatih kagum tentang kesabaran dan sportivitas Luke, dan Luke tampak berlatih extra keras dalam beberapa hari ini.
“Tentu,” jawabnya sambil mengangkat bahu, kemudian ditariknya topi merah Luke. “Kamu dapat bermain hari ini. Sekarang, lakukan pemanasan dahulu.”
Hati Luke bergetar saat ia diperbolehkan untuk bermain. Sore itu, ia bermain dengan sepenuh hatinya. Ia berhasil melakukan
Tentu saja pelatih sangat kagum melihatnya. Ia belum pernah melihat Luke bermain sebaik itu. Setelah pertandingan, pelatih menarik Luke ke pinggir lapangan. “Pertandingan yang sangat mengagumkan,”katanya kepada Luke.”Aku tidak pernah melihatmu bermain sebaik sekarang ini sebelumnya. Apa yang membuatmu jadi begini?”
Luke tersenyum dan pelatih melihat kedua mata anak itu mulai penuh oleh air mata kebahagiaan. Luke menangis tersedu-sedu. Sambil sesunggukan, ia berkata “Pelatih,ayahku sudah lama sekali meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Ibuku sangat sedih. Ia buta dan tidak dapat berjalan dengan baik, akibat kecelakaan itu. Minggu lalu,……Ibuku meninggal.” Luke kembali menangis.
Kemudian Luke menghapus air matanya, dan melanjutkan ceritanya dengan terbata-bata “Hari ini,…….hari ini adalah pertama kalinya kedua orangtuaku dari surga datang pada pertandingan ini untuk bersama-sama melihatku bermain. Dan aku tentu saja tidak akan mengecewakan mereka…….”. Luke kembali menangis terisak-isak.
Sang pelatih sadar bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat, dengan mengizinkan Luke bermain sebagai pemain utama hari ini. Sang pelatih yang berkepribadian sekuat baja, tertegun beberapa saat. Ia tidak mampu mengucapkan sepatah katapun untuk menenangkan Luke yang masih menangis. Tiba-tiba, baja itu meleleh. Sang pelatih tidak mampu menahan perasaannya sendiri, air mata mengalir dari kedua matanya, bukan sebagai seorang pelatih, tetapi sebagai seorang anak…..
Sang pelatih sangat tergugah dengan cerita Luke, ia sadar bahwa dalam hal ini, ia belajar banyak dari Luke. Bahkan seorang anak berusia 7 tahun berusaha melakukan yang terbaik untuk kebahagiaan orang tuanya, walaupun ayah dan ibunya sudah pergi selamanya…………Luke baru saja kehilangan seorang Ibu yang begitu mencintainya……..
Sang pelatih sadar, bahwa ia beruntung ayah dan ibunya masih ada. Mulai saat itu, ia berusaha melakukan yang terbaik untuk kedua orangtuanya, membahagiakan mereka,membagikan lebih banyak cinta dan kasih untuk mereka.Dia menyadari bahwa waktu sangat berharga, atau ia akan menyesal seumur hidupnya……………
================================================== =================
Hikmah yang dapat kita renungkan dari kisah Luke yang HANYA berusia 7 TAHUN:
Mulai detik ini, lakukanlah yang terbaik utk membahagiakan ayah & ibu kita.
Banyak cara yg bisa kita lakukan utk ayah & ibu, dgn mengisi hari-hari mereka dgn kebahagiaan. Sisihkan lebih banyak waktu untuk mereka. Raihlah prestasi & hadapi tantangan seberat apapun, melalui cara-cara yang jujur utk membuat mereka bangga dgn kita. Bukannya melakukan perbuatan2 tak terpuji, yang membuat mereka malu.
Kepedulian kita pada mereka adalah salah satu kebahagiaan mereka yang terbesar.
Bahkan seorang anak berusia 7 tahun berusaha melakukan yang terbaik untuk membahagiakan ayah dan ibunya.
Bagaimana dengan Anda ?
Berapakah usia Anda saat ini ?
Apakah Anda masih memiliki kesempatan tersebut ? Atau
kesempatan itu sudah hilang untuk selamanya………?
Bahkan seorang anak berusia 7 tahun berusaha melakukan yang terbaik untuk membahagiakan ayah dan ibunya.
Bagaimana dengan Anda ?
Berapakah usia Anda saat ini ?
Apakah Anda masih memiliki kesempatan tersebut ? Atau
kesempatan itu sudah hilang untuk selamanya………?
Kamis, 18 November 2010
Suatu hari ada seorang pelukis terkenal sedang menyelesaikan lukisannya dan lukisan ini adalah lukisan yang sangat bagus. dan lukisan ini dipakai pada saat pernikahan putri diana.
Sang pelukis ketika menyelesaikan lukisannya sangat senang dan memandangi lukisan yang berukuran 2×8 m dan sambil memandanginya pelukis tersebut berjalan mundur. dan ketika berjalan mundur pelukis tersebut tidak melihat ke belakang. dia terus berjalan mundur dan dibelakang adalah ujung dari gedung tersebut yang tinggi sekali dan tinggal satu langkah lagi dia mengakhiri hidupnya.
Salah seorang melihat pelukis tersebut dan hendak berteriak untuk memperingatkan pelukis tersebut tapi tidak jadi karena dia berpikir sekali dia berteriak pelukis tersebut malah bisa jatuh. Kemudian orang yang melihat pelukis tersebut mengambil kuas dan cat yang ada didepan lukisan tersebut lalu mencoret-coret lukisan tersebut sampai rusak.
Pelukis tersebut sangatlah marah dan maju hendak memukul orang tersebut. tetapi beberapa orang yang ada disitu menghadang dan memperlihatkan posisi pelukis tadi yang nyaris jatuh.
Kadang-kadang kita telah melukiskan masa depan kita dengan sangat bagus dan memimpikan suatu hari yang indah bersama dengan pasangan yang kita idamkan. tetapi lukisan itu kelihatannya dirusak oleh Tuhan, karena Tuhan melihat bahaya yang ada pada kita kalau kita melangkah. Kadang-kadang kita marah dan jengkel terhadap Tuhan atau juga terhadap pemimpin kita. tapi perlu kita ketahui Tuhan selalu menyediakan yang terbaik.
Ambisi Seekor Katak
Alkisah di sebuah kolam rawa jauh di dalam hutan hidup berbagai macam binatang mulai dari yang berada di darat, di udara maupun di rawa itu sendiri. Suatu hari sang Katak sedang berenang dengan lincahnya. Sewaktu lagi asyiknya berenang, ia melihat burung bangau sedang berbincang-bincang dengan kura-kura. Si Bangau menceritakan tentang lautan luas yang sangat indah dan penuh dengan ikan-ikan. Sang Katak menjadi penasaran dan pergi menanyakan dimanakah tempat itu berada. "Pergilah ke Utara terus melewati hutan ini maka kamu akan menemukan perairan indah tersebut.
Setelah mendengar tentang tempat tersebut, dia memutuskan untuk berangkat menuju ke tempat yang dikatakan oleh sang Bangau. Dia segera berpamitan dengan keluarganya dan teman-temannya. Para temannya menganggap dia sedikit aneh karena melakukan hal yang berbahaya tersebut. Di luar sana tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi. Akan tetapi, sang Katak bersikeras untuk pergi kesana. Mau tak Mau semua teman-temannya dan keluarganya mengizinkan Ia pergi dengan berat hati.
Perjalanan yang panjang dimulai. Ia berjalan ke Utara melewati hutan-hutan yang mengerikan serta gelap. Berbeda dengan rawa tempat Ia tinggal, di sini sinar matahari tertutup oleh pohon-pohon yang menjulang tinggi di udara. Akan tetapi, semangat untuk maju membuat dia tidak putus asa. Dia sering terjatuh akibat tersandung ranting-ranting serta batang-batang pohon yang berceceran di jalan. Sesekali Ia singgah di anak sungai hanya untuk menyegarkan diri. Setelah melewati beberapa hari yang berat akhirnya Ia melihat jalan keluar dari hutan tersebut.
Alangkah kecewanya sang Katak. Bukanlah lautan yang luas yang Ia lihat, melainkan padang rumput yang sangatlah luas. Ia bertemu jangkrik yang sedang melompat-lompat di antara rerumputan dan bertanya kepadanya tentang arah menuju lautan indah yang Ia dambakan. " Ohh, laut yha.. Masih sangat jauh di depan sana, setelah melewati padang ini, pasti sudah kelihatan.", begitulah ucap sang Jangkrik.
Perasaan senang lebih besar dari rasa letih di badan serta rasa sakit di sekujur badan akibat sering terjatuh. Berbeda dengan di dalam hutan yang tidak tertembus matahari, di padang rumput ini matahari langsung bersinar dengan terangnya, mengakibatkan sang Katak merasa sangatlah lelah dan sekujur tubuhnya mulai mengering. Ini sangat menyiksa dirinya, tetapi semangat yang Ia miliki menutupi semua rasa sakit yang ia rasakan.
Selangkah demi selangkah dia berjalan, akhirnya terlihat dari jauh perairan yang seperti tak berujung yang Ia cari selama ini. Semangat di dalam tubuh sang Katak terbakar dan mengakibatkan dia melompat semakin cepat berharap akan seger mencapai sana. Sang Katak terlalu gembira sehingga Ia tidak menyadari bahwa dari udara ada yang sedang mengintainya. Sang Elang walaupun sedikit heran karena melihat ada seekor Katak di tengah-tengah padang rumput, tetapi tetap memutuskan untuk memangsa sang Katak. Matanya yang tajam terus mengamati sang Katak yang melompat di antara rerumputan. Dalam sekejap sang Elang sudah meluncur menuju ke arah katak.
Sang Katak tiba-tiba menyadari dan mencari tempat berlindung. Untung sang Katak lebih cepat satu detik masuk ke dalam sebuah lubang, tetapi terjangan sang Elang menyebabkan sang Katak terluka di bagian kaki belakangnya akibat cakar sang Elang yang tajam. Di dalam Lubang tersebut, dia bertemu dengan Kelinci. Sang Kelinci pun bercerita tentang bahayanya berkeliaran di sekitar padang di mana sang Elang sering mengintai dari atas udara. Sang Kelinci memberitahu cara-caranya menghindari sang Elang. Setelah lama berbincang, sang Kelinci menanyakan alasan sang Katak mengelana sendirian di tengah padang rumput. Sang Kelinci tertawa saat mendengar alasan dari sang Katak dan mengatakan itu tidaklah ada gunanya. Katak tidak seharusnya hidup di lautan. Akan tetapi sang Katak tidak memperdulikan nasehat dari sang Kelinci dan bersikeras untuk melanjutkan perjalanannya.
Setelah berterima kasih kepada sang Kelinci, sang Katak pun melanjutkan perjalanannya. Kali ini dia mengendap-endap di antara rerumputan, dia tidak lagi melompat terlalu tinggi. Perlahan tapi pasti dia pun tinggal menuruni sebuah bukit untuk mencapai lautan yang Ia idamkan. Dengan semangat Ia berjalan turun. Walau luka di sekujur tubuh, walau lelah, walau sakit Ia terus berusaha untuk maju. Sesudah sampai di tepi pantai dia langsung melompat masuk ke dalam air.
Apa yang terjadi sewaktu sang Katak menyeburkan diri? Bahagiakah? Tidak.. Sewaktu masuk ke dalam dia merasakan rasa sakit yang sangat di sekujur tubuhnya yang luka. Dia juga menjadi susah bernapas karena air lautan yang asin. Garam yang terkandung di dlm perairan mengakibatkan perih di sekujur tubuhnya yang penuh dengan luka. Dia pun segera keluar dari lautan itu dan menangis karena semuanya tidak sesuai yang Ia idamkan. Ia merindukan rawa kecil yang terletak di dalam hutan yang dia tinggalkan begitu saja.
Manusia seringlah bertindak mirip dengan sang Katak di atas. Dia tidak menyadari apa yang telah Ia miliki sekarang ini. Dia berjuang untuk mendapatkan yang lebih dari yang Ia miliki saat ini. Berusaha mendapatkan harta dan cinta. Bersikeras dengan melakukan segala cara. Terkadang Ia bisa dikhianati oleh orang lain. Saat diberikan nasehat juga tidak mendengarkan lagi karena otaknya sudah diliputi ambisi yang membara-bara. Setelah mencapai tujuan yang mereka inginkan, mereka baru tahu bahwa segala sesuatu yang mereka kejar itu telah mengorbankan orang-orang yang ada di sekitarnya dan juga mengorbankan masa mudanya. Ia tidak sadar bahwa di sekitarnya terdapat banyak orang yang mencintai dan menyayangi Ia apa adanya. Akan tetapi, semuanya telah hilang. Dia telah mengorbankan segalanya untuk sesuatu yang sebetulnya tidak ia perlukan.
Seharusnya kita Bersyukur dengan apa yang kita miliki saat ini, bukan menuntut hal yang berlebihan.
So..
PIKIRKANLAH Baik-Baik apa yang kita LAKUKAN...
BERSYUKURLAH dengan apa yang telah kita MILIKI...
Cinta Sejati...
sinar motivasi
Membuat perubahan hidup baru
Cinta Sejati
Aku dan Cecile sudah bersahabat lebih
masih kuliah. Kami tinggal berjauhan, tapi sejak mula-mula berkenalan,
persahabatan kami terus berlanjut. Kami saling berbagi pengalaman
menikah, melahirkan, bercerai, menghadapi kematian orang-orang
kami cintai – singkatnya, masa-masa ketika orang benar-benar
membutuhkan sahabat.
Untuk merayakan persahabatan dan sekaligus ulang tahun kami yang kelima
puluh, aku dan Cecile mengadakan perjalanan dengan mobil, bersama-sama.
Kami berangkat dari rumahku di Texas, menuju California, lalu kembali
lagi. Kami sangat menikmati perjalanan ini.
Hari pertama perjalanan kami berakhir di Santa Fe, New Mexico. Setelah
lama bermobil, kami lelah sekali. Maka kami memutuskan untuk makan
malam di restoran dekat hotel. Kami duduk di tempat yang agak sepi.
Hanya
kami bersantai dan mengobrol tentang perjalanan hari itu. Sambil
mengobrol aku melayangkan pandang pada orang-orang lain di ruangan itu.
Tidak jauh dari kami, duduk sepasang suami-istri yang menarik, walaupun
sudah berumur. Sang pria bertubuh agak jangkung dan atletis, dengan
rambut keperakan dan kulit kecokelatan. Wanita di sampingnya bertubuh
mungil, cantik, dan pakaiannya bagus. Yang langsung menarik perhatianku
adalah tatapan sayang di wajah wanita itu. Ia menumpukkan dagunya di
kedua tangan dan memandangi wajah si pria yang sedang berbicara.
Ekspresinya seperti remaja yang sedang jatuh cinta.
Kuberitahukan pada Cecile, apa yang kulihat. Sementara kami
memperhatikan, si pria mengecup pipi si wanita dengan lembut. Wanita
itu tersenyum.
“Itu baru namanya cinta sejati,” kataku dengan mendesah. “Kurasa mereka
sudah lama sekali menikah. Tampaknya mereka sangat saling mencintai.”
“Atau mungkin mereka belum lama bersama-sama,” kata Cecile. “Bisa saja
mereka justru baru jatuh cinta.”
“Yah, bagaimanapun situasinya, yang jelas mereka sangat saling
mencintai.”
Diam-diam aku dan Cecile terus memperhatikan pasangan itu dan tanpa
malu-malu mencuri dengar pembicaraan mereka. Si pria sedang menjelaskan
tentang investasi baru yang ingin dilakukannya, dan ia meminta pendapat
si wanita. Si wanita tersenyum dan menyetujui apa-apa yang dikatakan si
pria. Ketika pelayan mendatangi meja mereka, si prialah yang memesankan
makanan untuk si wanita, sambil mengingatkan bahwa daging anak lembu
adalah makanan kesukaaan si wanita. Sambil berbicara ia terus
mengelus-elus tangan pasangannya, dan si wanita mendengarkan setiap
patah kata yang diucapkannya dengan penuh minat. Kami terpesona
menyaksikan pemandangan yang indah ini.
Tapi sekonyong-konyong segalanya berubah. Wajah keriput yang cantik itu
tampak bingung. Wanita itu memandangi si pria dan bertanya dengan
suaranya yang manis, “Apa aku kenal dengan Anda? Tempat apa ini? Di
mana kita berada?”
“Sayangku, tentau saja kau mengenalku. Aku Ralph, suamimu. Dan kita
berada di Santa Fe. Kita akan mengunjungi anak laki-laki kita di
Missouri besok. Kau tidak ingat?”
“Oh, entahlah. Rasanya aku lupa,” si wanita menyahut pelan.
“Tidak apa-apa, Sayang. Tidak apa-apa. Nikmati saja makan malammu, lalu
kita istirahat.” Si pria mengulurkan tangan dan membelai pipi wanita
itu. “Kau cantik sekali malam ini.”
Aku dan Cecile saling pandang dengan mata berkaca-kaca. “Dugaan kita
benar,” kata Cecile pelan. “Itu memang cinta sejati.”
=====
Frankie Germany – A Second Chicken Soup for the Woman’s Soul
List Permintaan Dari Sang Ibu
Suatu hari di sebuah sekolah menengah yang cukup elit ada seorang Anak yang berasal dari keluarga yang sederhana. Akibat pergaulan dengan siswa-siswa lain yang cukup elit dia menjadi ingin seperti siswa-siswa yang lain. Sesampainya di rumah dia membuat list untuk segala sesuatu yang ia minta dan bayaran untuk segala sesuatu yang ia lakukan. Hal ini dilakukan agar dapat mengumpulkan uang dari keluarganya sendiri untuk membeli barang-barang yang dimiliki siswa lain di sekolahnya. Listingnya adalah sebagai berikut :
List Biaya Pekerjaan :
1. Memotong rumput = Rp. 10.000 / jam
2. Mencuci Piring = Rp. 1.000 / biji
3. Memijit = Rp. 5000 / jam
4. Menyiram tanaman = Rp. 7500
5. Membantu belanja di pasar = Rp. 15.000 / trip
6. Menjaga Adik = Rp. 10.000
7. Mencuci baju = Rp. 1.000 / helai
List Keinginan :
1. Handphone Blackberry minimal Gemini.
2. Tas Sekolah merek xxx.
3. Sepeda motor pribadi.
4. Kenaikan Uang jajan.
5. Uang belanja setiap minggunya.
6. Uang untuk salon-pedi-meni
Lalu ia berikan kepada sang Ibu. Sang Ibu melihatnya menahan rasa kesal dan sedih karena sikap sang Anak yang sangat mengecewakannya. Akan tetapi, dia menahan rasa sedihnya dan berkata, "Biarkan ibu semalam berpikir dan berusaha memberikan apa yang kamu mau."
Keesokan harinya, sang Anak menanyakan tentang list yang dia berikan. Sang Ibu memberinya secarik kertas baru.
List :
1. Biaya mengandung = GRATIS
2. Biaya mengecek kandungan = GRATIS
3. Biaya obat-obatan dan suplemen sewaktu mengandung = GRATIS
4. Biaya melahirkan = GRATIS
5. Biaya susu balita = GRATIS
6. Biaya untuk memasakkan makanan kesukaan setiap harinya = GRATIS
7. Biaya untuk membeli pakaian, serta peralatan lainnya = GRATIS
8. Biaya untuk cek dokter ketika kamu sakit = GRATIS
9. Biaya merawat dan menjaga selagi sakit = GRATIS
Keinginan
1. Sang Anak sehat selalu
2. Sang Anak menjadi anak yang menurut dan berbakti
3. Sang Anak bisa belajar dengan rajin dan menjadi anak yang berguna di masa depan
4. Mendapatkan KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK DARI AYAH DAN IBUNYA.
Terkadang kita tidak menyadari bahwa segala yang orang tua lakukan dan segala yang orang tua inginkan semuanya terdapat bayangan SANG ANAK
So..
Berterima Kasihlah Kepada Mereka...
List Biaya Pekerjaan :
1. Memotong rumput = Rp. 10.000 / jam
2. Mencuci Piring = Rp. 1.000 / biji
3. Memijit = Rp. 5000 / jam
4. Menyiram tanaman = Rp. 7500
5. Membantu belanja di pasar = Rp. 15.000 / trip
6. Menjaga Adik = Rp. 10.000
7. Mencuci baju = Rp. 1.000 / helai
List Keinginan :
1. Handphone Blackberry minimal Gemini.
2. Tas Sekolah merek xxx.
3. Sepeda motor pribadi.
4. Kenaikan Uang jajan.
5. Uang belanja setiap minggunya.
6. Uang untuk salon-pedi-meni
Lalu ia berikan kepada sang Ibu. Sang Ibu melihatnya menahan rasa kesal dan sedih karena sikap sang Anak yang sangat mengecewakannya. Akan tetapi, dia menahan rasa sedihnya dan berkata, "Biarkan ibu semalam berpikir dan berusaha memberikan apa yang kamu mau."
Keesokan harinya, sang Anak menanyakan tentang list yang dia berikan. Sang Ibu memberinya secarik kertas baru.
List :
1. Biaya mengandung = GRATIS
2. Biaya mengecek kandungan = GRATIS
3. Biaya obat-obatan dan suplemen sewaktu mengandung = GRATIS
4. Biaya melahirkan = GRATIS
5. Biaya susu balita = GRATIS
6. Biaya untuk memasakkan makanan kesukaan setiap harinya = GRATIS
7. Biaya untuk membeli pakaian, serta peralatan lainnya = GRATIS
8. Biaya untuk cek dokter ketika kamu sakit = GRATIS
9. Biaya merawat dan menjaga selagi sakit = GRATIS
Keinginan
1. Sang Anak sehat selalu
2. Sang Anak menjadi anak yang menurut dan berbakti
3. Sang Anak bisa belajar dengan rajin dan menjadi anak yang berguna di masa depan
4. Mendapatkan KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK DARI AYAH DAN IBUNYA.
Terkadang kita tidak menyadari bahwa segala yang orang tua lakukan dan segala yang orang tua inginkan semuanya terdapat bayangan SANG ANAK
So..
Berterima Kasihlah Kepada Mereka...
Rabu, 17 November 2010
Cinta Kasih Orang Tua
Alkisah hidup suatu keluarga yang harmonis. Sepasang suami istri tersebut mempunyai seorang anak yang bernama Ming-Ming. Ming" adalah anak yang sangat penurut, namun seiring dengan berjalannya waktu, si ming" menjadi dewasa dan emosional. Suatu hari saat dia pulang sekolah, dia tidak langsung pulang ke rumahnya, melainkan pergi bersama teman baiknya.
Teman : "Ming, kita ke plaza yuk, laper ini... Bosen lagi, kan ada film baru lg main di bioskop. Skalian kita nonton yuk."
Ming : "Boleh juga tuh. Yuk"
Tanpa berpikir panjang, Ming" langsung mengiyakan tawaran sang teman yang memang merupakan teman akrab dari Ming". Mereka pun bersenang-senang. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 18.30. Seketika Ming" terkejut dan mengajak temannya pulang. Kebetulan temannya membawa kendaraan sendiri.
Sedangkan di rumah sang Ibu sudah gelisah dan kawatir akan anaknya yang hingga sore belum kunjung pulang. Saat menunggu di depan rumah, sang Ayah pulang dari kerja dan merasa heran mengapa sang Ibu berdiri gelisah di depan pintu.
Ayah : "Loh ma, knapa daritadi mondar-mandir sepertinya gelisah banget."
Ibu : " Ini loh pa, Ming" belum pulang, Ibu kawatir."
Ayah : "Lho koq gitu. Dia ga telepon?"
Ibu : "Teleponnya tidak aktif"
Ayah :"Yah sudah kita tunggu dia di rumah."
Sang Ayah agak kesal dengan perlakuan sang Putri dan memutuskan untuk menunggunya di ruang depan sedangkan sang Ibu menyiapkan makan malam.
Pukul 19.00, Ming" pulang dan langsung disambut oleh Ayahnya yang sudah kesal.
Ayah : "Kamu darimana? Knapa jam segini baru pulang?"
Ming" : "Loh koq Ming" baru pulang aja dah dimarahin."
Ayah :" Iya lah marah. SUdah jam berapa?? Kemana aja kamu? Handphone-mu juga tidak aktif."
Terjadilah adu mulut antara sang Ayah dan Ming". Ibu yang di dapur mendengar pertengkaran tersebut dan buru-buru ke ruang tengah untuk menghentikan pertengkaran, tetapi telat, Sang Ayah telah menampar Ming" dan Ming" langsung berlari keluar dari rumah. Sang Ibu mengejar akan tetapi tidak sempat.
Ming" berlari hingga kelelahan dan berhenti disebuah kedai mie yang lusuh. Perutnya yang sudah lapar membuat dia terus berdiri di sebrang jalan melihat kedai tersebut. Sang pemilik kedai melihat sang anak merasa iba dan mengundangnya untuk makan.
Setelah membujuk sang anak untuk memakan semangkok mie, sang pemilik kedai-pun menghidangkan secangkir teh hangat. Ming" merasa terharu dan berkata kepada sang pemilik kedai
Ming" : Nenek baik sekali, saya tidak kenal dengan nenek, saya juga tidak membawa uang untuk membayar semangkuk mie ini. Akan tetapi, nenek tetap baik dan memberi saya makan."
Nenek : "Anak Muda, Saya hanya memberi semangkuk mie dan secangkir teh hangat saja sudah kamu bilang baik. Sadarkah kamu ada yang telah memberimu sepiring nasi setiap harinya. Sehari 3 piring. Bila kamu butuh uang, dia juga memberikannya kepadamu. Saat kamu sakit, mereka juga yang merawatmu. Dari masih dalam gendongan hingga sekarang sudah sebesar ini. Bukankah mereka yang lebih pantas menerima kata terima kasih ini?"
Ming" yang mendengarnya tak sanggup lagi menahan air mata.
Nenek :" Sudah jangan menangis lagi. Habiskan makananmu, dan pergi cuci muka. Setelah itu pulang dan minta maaflah kepada kedua orang tuamu. Sebesar apapun kesalahanmu, mereka sebagai orang tua pasti akan memaafkannya."
Setelah makan, Ming" bergegas pulang. Betapa terkejutnya ia melihat sang ibu duduk termenung di depan rumah menanti sang anak pulang. Segera Ming" berlari memeluk sang Ibu. Di dalam rumah, sang Ayah juga menanti dengan muka cemas.Setelah Ming" meminta maaf, diapun berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya itu lagi..
Terkadang kita tidak menghargai apa yang kita miliki saat ini. Mungkin terkadang hal yang diberikan orang tua kepada kita terlihat biasa saja di mata kita, tetapi sebenarnya itulah bukti kasih sayang mereka kepada kita. Semoga dengan cerita di atas mampu membuka sedikit mata para pembaca..
Sayangilah Orang Tua dengan Sepenuh Hati...
Teman : "Ming, kita ke plaza yuk, laper ini... Bosen lagi, kan ada film baru lg main di bioskop. Skalian kita nonton yuk."
Ming : "Boleh juga tuh. Yuk"
Tanpa berpikir panjang, Ming" langsung mengiyakan tawaran sang teman yang memang merupakan teman akrab dari Ming". Mereka pun bersenang-senang. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 18.30. Seketika Ming" terkejut dan mengajak temannya pulang. Kebetulan temannya membawa kendaraan sendiri.
Sedangkan di rumah sang Ibu sudah gelisah dan kawatir akan anaknya yang hingga sore belum kunjung pulang. Saat menunggu di depan rumah, sang Ayah pulang dari kerja dan merasa heran mengapa sang Ibu berdiri gelisah di depan pintu.
Ayah : "Loh ma, knapa daritadi mondar-mandir sepertinya gelisah banget."
Ibu : " Ini loh pa, Ming" belum pulang, Ibu kawatir."
Ayah : "Lho koq gitu. Dia ga telepon?"
Ibu : "Teleponnya tidak aktif"
Ayah :"Yah sudah kita tunggu dia di rumah."
Sang Ayah agak kesal dengan perlakuan sang Putri dan memutuskan untuk menunggunya di ruang depan sedangkan sang Ibu menyiapkan makan malam.
Pukul 19.00, Ming" pulang dan langsung disambut oleh Ayahnya yang sudah kesal.
Ayah : "Kamu darimana? Knapa jam segini baru pulang?"
Ming" : "Loh koq Ming" baru pulang aja dah dimarahin."
Ayah :" Iya lah marah. SUdah jam berapa?? Kemana aja kamu? Handphone-mu juga tidak aktif."
Terjadilah adu mulut antara sang Ayah dan Ming". Ibu yang di dapur mendengar pertengkaran tersebut dan buru-buru ke ruang tengah untuk menghentikan pertengkaran, tetapi telat, Sang Ayah telah menampar Ming" dan Ming" langsung berlari keluar dari rumah. Sang Ibu mengejar akan tetapi tidak sempat.
Ming" berlari hingga kelelahan dan berhenti disebuah kedai mie yang lusuh. Perutnya yang sudah lapar membuat dia terus berdiri di sebrang jalan melihat kedai tersebut. Sang pemilik kedai melihat sang anak merasa iba dan mengundangnya untuk makan.
Setelah membujuk sang anak untuk memakan semangkok mie, sang pemilik kedai-pun menghidangkan secangkir teh hangat. Ming" merasa terharu dan berkata kepada sang pemilik kedai
Ming" : Nenek baik sekali, saya tidak kenal dengan nenek, saya juga tidak membawa uang untuk membayar semangkuk mie ini. Akan tetapi, nenek tetap baik dan memberi saya makan."
Nenek : "Anak Muda, Saya hanya memberi semangkuk mie dan secangkir teh hangat saja sudah kamu bilang baik. Sadarkah kamu ada yang telah memberimu sepiring nasi setiap harinya. Sehari 3 piring. Bila kamu butuh uang, dia juga memberikannya kepadamu. Saat kamu sakit, mereka juga yang merawatmu. Dari masih dalam gendongan hingga sekarang sudah sebesar ini. Bukankah mereka yang lebih pantas menerima kata terima kasih ini?"
Ming" yang mendengarnya tak sanggup lagi menahan air mata.
Nenek :" Sudah jangan menangis lagi. Habiskan makananmu, dan pergi cuci muka. Setelah itu pulang dan minta maaflah kepada kedua orang tuamu. Sebesar apapun kesalahanmu, mereka sebagai orang tua pasti akan memaafkannya."
Setelah makan, Ming" bergegas pulang. Betapa terkejutnya ia melihat sang ibu duduk termenung di depan rumah menanti sang anak pulang. Segera Ming" berlari memeluk sang Ibu. Di dalam rumah, sang Ayah juga menanti dengan muka cemas.Setelah Ming" meminta maaf, diapun berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya itu lagi..
Terkadang kita tidak menghargai apa yang kita miliki saat ini. Mungkin terkadang hal yang diberikan orang tua kepada kita terlihat biasa saja di mata kita, tetapi sebenarnya itulah bukti kasih sayang mereka kepada kita. Semoga dengan cerita di atas mampu membuka sedikit mata para pembaca..
Sayangilah Orang Tua dengan Sepenuh Hati...
Semangkuk Mie
Ny. Hsu yang tinggal di Kao Hsiung, anak gadisnya pulang dari Amerika pada saat awal bulan Januari, dan membawa sebuah kisah nyata yang menggugah hati. Kisah yang terjadi pada malam Chu Si (malam menjelang Tahun Baru Imlek), berjumlah sebanyak 50 halaman lebih. Tokoh dalam cerita ini pada saat menceritakan kisahnya mengharukan banyak orang Jepang. Cerita ini dinamakan “Semangkuk Mie Kuah”, diterjemahkan oleh Li Kuei Chuen.
Tanggal 31 bulan Desember lima belas tahun yang lalu, yang juga merupakan malam Chu Si, di sebuah jalan di kota Sapporo, Jepang, ada sebuah toko mie yang bernama “Pei Hai Thing” (Pei = Utara; Hai = Laut; Thing = Kios, toko).
Makan mie pada malam Chu Si, adalah adat istiadat turun temurun dari orang Jepang, pada hari itu pemasukan toko mie sangatlah baik, tidak terkecuali “Pei Hai Thing”, hampir sehari penuh dengan tamu pengunjung, tetapi setelah jam 22.00 ke atas sudah tidak ada pengunjung yang datang lagi. Pada saat biasanya jalan yang sangat ramai hingga waktu subuh – karena pada hari itu semua orang terburu-buru pulang rumah untuk merayakan Tahun Baru – sehingga dengan cepat menjadi sunyi dan tenang.
Majikan dari toko mie “Pei Hai Thing” adalah seseorang yang jujur dan polos, istrinya adalah seorang yang ramah tamah dan melayani orang penuh dengan kehangatan. Saat tamu terakhir pada malam Chu Si itu telah keluar dari toko mie, dan pada saat sang istri tengah bersiap untuk menutup toko, pintu toko itu sekali lagi terbuka, seorang wanita membawa dua orang anaknya berjalan masuk, kedua anak itu kira-kira berusia 6 tahun dan 10 tahun, mereka mengenakan baju olahraga baru yang serupa satu dengan yang lainnya, tetapi wanita tersebut malah memakai baju luar – bercorak kotak – yang telah usang.
“Silakan duduk !” Sang majikan mengucapkan salam.
Wanita itu berkata dengan takut-takut: “Bolehkah… memesan semangkuk mie kuah ?”
Kedua anak di belakangnya saling memandang dengan tidak tenang.
“Tentu… tentu boleh, silakan duduk di sini !” Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2 di paling pinggir, lalu berteriak dengan keras ke arah dapur: “Semangkuk mie kuah !”
Sebenarnya jatah semangkuk untuk satu orang hanyalah satu ikat mie, sang majikan menambahkan lagi sebanyak setengah ikat, dan menyiapkannya dalam sebuah mangkuk besar penuh, hal ini tidak diketahui oleh sang istri dan tamunya itu.
Ibu dan anak bertiga mengelilingi semangkuk mie kuah tersebut dan menikmatinya dengan lezat, sambil makan, sambil berbicara dengan suara yang kecil, “Sangat enak sekali !”
Sang kakak berkata: “Ma, kamu juga coba-coba dong!”
Sang adik sambil berkata, dia menyumpit mie untuk menyuapi ibunya. Tidak lama kemudian mie pun telah habis, setelah membayar 150 yen, ibu dan anak bertiga dengan serempak memuji dan menghaturkan terima kasih “Sangat lezat sekali, banyak terima kasih!” serta membungkuk memberi hormat, lalu berjalan meninggalkan toko.
Setiap hari berlalu dengan sibuknya, tak terasa setahun pun berlalu. Dan tiba lagi pada tanggal 31 Desember, usaha dari “Pei Hai Thing” masih tetap ramai, kesibukan pada malam Chu Si akhirnya selesai, telah lewat dari jam 22.00, sang istri majikan ketika tengah berjalan ke arah pintu untuk menutup toko, pintu itu lalu terbuka lagi dengan pelan, yang masuk ke dalam adalah seorang wanita parobaya sambil membawa dua orang anaknya. Sang istri ketika melihat baju luar bercorak kotak yang telah usang itu, dengan seketika teringat kembali tamu terakhir pada malam Chu Si tahun lalu.
“Bolehkah… membuatkan kami… semangkuk mie kuah ?”
“Tentu, tentu, silakan duduk !”
Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2 yang pernah mereka duduk di tahun lalu, sambil berteriak dengan keras “Semangkuk mie kuah!”.
Sang majikan sambil menyahuti, sambil menyalakan api yang baru saja dipadamkan.
Istrinya dengan diam-diam berkata di samping telinga suami: “Ei, masak 3 mangkuk untuk mereka, boleh tidak ?”
“Jangan, kalau demikian mereka bisa merasa tidak enak.”
Sang suami sambil menjawab, sambil menambahkan setengah ikat mie lagi ke dalam kuah yang mendidih.
Ibu dan anak bertiga mengelilingi semangkuk mie kuah itu sambil makan dan berbicara, percakapan itu juga terdengar sampai telinga suami istri pemilik toko.
“Sangat wangi… sangat hebat… sangat nikmat!”
“Tahun ini masih bisa menikmati mie dari Pei Hai Thing, sangatlah baik!”
“Alangkah baiknya jika tahun depan masih bisa datang untuk makan di sini.”
Setelah selesai makan dan membayar 150 yen, ibu dan anak bertiga lalu berjalan meninggalkan Pei Hai Thing.
“Terima kasih banyak! Selamat bertahun baru.”
Memandang ibu dan anak yang berjalan pergi, suami istri pemilik toko berulang kali membicarakannya dengan cukup lama.
Malam Chu Si pada tahun ketiga, usaha dari “Pei Hai Thing” tetap berjalan dengan sangat baik, sepasang suami istri saking sibuknya sampai tidak ada waktu untuk berbicara, tetapi setelah lewat pukul 21.30, kedua orang itu mulai berperasaan tidak tenang.
Jam 22.00 telah tiba, pegawai toko juga telah pulang setelah menerima “Hung Pao” (Ang Pao), majikan toko dengan tergesa-gesa membalikkan setiap lembar daftar harga yang tergantung di dinding, daftar kenaikan harga “Mie Kuah 200 yen semangkuk” sejak musim panas tahun ini, ditulis ulang menjadi 150 yen.
Di atas meja nomor 2, sang istri pada saat 3 menit yang lalu telah meletakkan kartu tanda “Telah dipesan”. Sepertinya ada maksud untuk menunggu orang yang akan tiba setelah seluruh tamu telah pergi meninggalkan toko, setelah lewat jam 22.00, ibu dengan dua orang anak ini akhirnya muncul kembali.
Sang kakak memakai seragam SMP, sang adik mengenakan jaket – yang kelihatan agak kebesaran – yang dipakai kakaknya tahun lalu, kedua anak ini telah tumbuh dewasa, sang ibu masih tetap memakai baju luar bercorak kotak usang yang telah luntur warnanya.
“Silakan masuk! Silakan masuk ” Istri majikan toko menyambut dengan hangat.
Melihat istri majikan toko yang menyambut dengan senyum hangat, ibunda dua anak itu dengan takut-takut berkata: “Tolong… tolong buatkan 2 mangkuk mie, bolehkah ?”
“Baik, silakan duduk!”
Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2, dengan cepat menyembunyikan tanda “Telah Dipesan” seakan-akan tak pernah diletakkan di sana, lalu berteriak ke arah dalam “2 mangkuk mie”.
Sang suami sambil menyahuti, sambil melempar 3 ikat mie ke dalam kuah yang mendidih. Ibu dan anak sambil makan, sambil berbicara, kelihatannya sangat bergembira, sepasang suami istri yang berdiri di balik pintu dapur juga turut merasakan kegembiraan mereka.
“Siao Chun dan kakak, mama hari ini ingin berterima kasih kepada kalian berdua !”
“Terima kasih !”
“Mengapa ?”
“Begini, kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan 8 orang terluka yang disebabkan oleh ayah kalian, pada setiap bulan dalam beberapa tahun ini haruslah menyerahkan uang sebesar 50,000 yen untuk menutupi bagian yang tak dapat dibayar oleh pihak asuransi.”
“Ya, hal ini kami tahu!” Sang kakak menjawab.
Istri pemilik toko dengan tak bergerak mendengarkan.
“Yang pada mulanya harus membayar hingga bulan Maret tahun depan, telah terlunasi pada hari ini !”
“Oh, mama, benarkah ?”
“Ya, benar, karena kakak mengantar koran dengan rajin, Siao Chun membantu untuk beli sayur dan masak nasi, sehingga mama bisa bekerja dengan hati yang tenang. Perusahaan memberikan bonus spesial kepada saya karena tidak pernah absen kerja, sehingga hari ini dapat melunasi seluruh bagian yang tersisa.”
“Ma! Kakak! Alangkah baiknya, tapi kelak tetap biarkan Siao Chun yang menyiapkan makan malam.”
“Saya juga ingin terus mengantar koran.”
“Terima kasih kepada kalian kakak beradik, benar-benar terima kasih!”
“Siao Chun dan saya ada sebuah rahasia, dan terus tidak memberitahu mama, itu adalah… pada sebuah hari Minggu di bulan November, sekolah Siao Chun menghubungi wali murid untuk hadir melihat program bimbingan belajar dari sekolah, guru dari Siao Chun secara khusus menambahkan sepucuk surat, yang mengatakan sebuah karangan Siao Chun telah dipilih sebagai wakil seluruh “Pei Hai Tao (Hokkaido)”, untuk mengikuti lomba mengarang seluruh negeri. Hari itu saya mewakili mama untuk menghadirinya.”
“Benar ada hal ini ? Lalu ?”
“Tema yang diberikan guru adalah “Cita-Citaku (Wo Te Ce Yuen)”,
Siao Chun dengan karangan bertema semangkuk mie kuah, dipersilakan untuk membacanya di hadapan para hadirin.”
“Isi dari karangan itu menuliskan, ayah mengalami kecelakaan lalu lintas, dan meninggalkan hutang yang banyak; demi untuk membayar hutang, mama bekerja keras dari pagi hingga malam, sampai hal saya mengantar koran juga ditulis oleh Siao Chun.”
“Masih ada, pada malam tanggal 31 Desember, kami bertiga ibu dan anak bersama-sama memakan semangkuk mie kuah, sangatlah lezat.. 3 orang hanya memesan semangkuk mie kuah, sang pemilik toko, yaitu paman dan istrinya malah masih mengucapkan terima kasih kepada kami, serta mengucapkan selamat bertahun baru kepada kami! Suara itu sepertinya sedang memberikan dorongan semangat untuk kami untuk tegar menjalani hidup, secepatnya melunasi hutang dari ayah.”
“Oleh karena itu, Siao Chun memutuskan untuk membuka toko mie setelah dewasa nanti, untuk menjadi pemilik toko mie nomor 1 di Jepang, juga ingin memberikan dorongan semangat kepada setiap pengunjung! Semoga kalian berbahagia! Terima kasih!”
Sepasang pemilik toko yang terus berdiri di balik pintu dapur mendengarkan pembicaraan mereka mendadak tak terlihat lagi, ternyata mereka sedang berjongkok, selembar handuk masing-masing memegang ujungnya, berusaha keras untuk menghapus air mata yang tak hentinya mengalir keluar.
“Selesai membaca karangan, guru berkata: Kakak Siao Chun telah mewakili ibunya datang ke sini, silakan naik ke atas menyampaikan beberapa patah kata.”
“Sungguhkah ? Lalu kamu bagaimana ?”
“Karena terlalu mendadak, saat mulai tidak tahu harus mengucapkan apa baiknya, saya lantas mengucapkan terima kasih kepada semua orang atas perhatian dan kasih sayang terhadap Siao Chun, adik saya setiap hari harus membeli sayur menyiapkan makan malam, sering kali harus terburu-buru pulang dari kegiatan berkelompok, tentu mendatangkan banyak kesulitan bagi semua orang, tadi pada saat adik saya membacakan “Semangkuk mie kuah”, saya sempat merasa malu, tetapi sewaktu melihat adik saya dengan dada tegap dan suara yang lantang menyelesaikan membaca krangan, merasa perasaan malu itulah yang benar-benar memalukan.”
“Beberapa tahun ini, keberanian mama yang hanya memesan semangkuk mie kuah, kami kakak beradik tidak akan pernah melupakannya… kami berdua pasti akan giat dan rajin, merawat ibu dengan baik, hari ini dan seterusnya masih meminta tolong kepada para hadirin untuk memperhatikan adik saya.”
Ibu dan anak bertiga secara diam-diam saling memegang tangan dengan erat, saling menepuk bahu, menikmati mie tahun baru dengan perasaan yang lebih berbahagia dibanding tahun sebelumnya, membayar 300 yen dan mengucapkan terima kasih, lalu memberikan hormat dan meninggalkan toko mie.
Majikan toko seperti sedang menutup tahun yang lama, dengan suara yang keras mengucapkan “Terima kasih! Selamat Tahun Baru!”
Setahun pun berlalu lagi, toko mie Pei Hai Thing juga meletakkan tanda “Telah Dipesan” sambil menunggu, tetapi ibu dan anak bertiga tidak muncul. Tahun kedua, tahun ketiga, meja nomor 2 tetap kosong, ibu dan kedua anaknya tetap tidak muncul.
Usaha dari Pei Hai Thing semakin bagus, dalam tokonya pun telah direnovasi, meja dan kursinya telah diganti dengan yang baru, hanya meja nomor 2 itulah masih tetap pada aslinya.
Banyak tamu pengunjung merasa heran, istri majikan lantas menceritakan kisah semangkuk mie kuah kepada para pengunjung. Meja nomor 2 itu lantas menjadi “Meja Keberuntungan”, setiap pengunjung menyampaikan kisah ini kepada yang lainnya, ada banyak pelajar yang merasa ingin tahu, datang dari kejauhan demi untuk melihat meja tersebut dan menikmati mie kuah, semua orang umumnya ingin duduk di meja tersebut.
Lalu setelah melewati malam Chu Si beberapa tahun ini, para pemilik toko di sekitar Pei Hai Thing, setelah menutup toko pada malam Chu Si, umumnya akan mengajak keluarganya menikmati mie di Pei Hai Thing. Sering berkumpul sebanyak 30 hingga 40 orang, sangatlah ramai. Ini telah merupakan hal yang biasa dalam 5-6 tahun terakhir ini. Semua orang telah mengetahui asal dari meja nomor 2, meski mulut tidak berbicara, tapi dalam hati berpikir “Meja yang telah dipesan pada malam Chu Si” di tahun ini kemungkinan akan sekali lagi dengan meja dan kursi yang kosong menyambut datangnya tahun baru.
Hari ini, semua orang sekali lagi berkumpul pada malam Chu Si, ada orang yang memakan mie, ada yang minum arak, semuanya berkumpul seperti sebuah keluarga. Setelah lewat pukul 22.00, pintu dengan tiba-tiba… terbuka kembali, semua orang yang berada di dalam langsung menghentikan pembicaraan, seluruh pandangan mata tertuju ke arah pintu yang terbuka itu.
Dua orang remaja yang berpakaian stelan jas yang rapi dengan baju luar di tangan, berjalan melangkah masuk. Semua orang menghembuskan napas lega. Saat istri majikan ingin mengatakan meja makan telah penuh dan memberitahu tamu tersebut, ada seorang wanita berpakaian kimono berjalan masuk, berdiri di tengah kedua remaja tersebut.
Seluruh orang yang berada dalam toko menahan napas mendengar wanita berpakaian kimono tersebut dengan perlahan mengatakan: “Tolong… tolong… mie kuah… untuk jatah 3 orang, bolehkah?”
Belasan tahun telah berlalu, sang istri majikan toko seketika berusaha keras untuk mengingat kembali gambaran ibu muda dengan dua orang anaknya pada 10 tahun yang lalu.
Sang suami di balik dapur juga termenung. Seorang di antara ibu dan anak tersebut menatap sang istri yang tengah salah tingkah tersebut dan mengatakan: “Kami bertiga ibu dan anak, pada 14 tahun yang lalu pernah memesan semangkuk mie kuah di malam Chu Si, mendapatkan dorongan semangat dari semangkuk mie tersebut, kami ibu dan anak bertiga baru dapat menjalani hidup dengan tegar.”
“Lalu kami pindah ke kabupaten (Ce He) tinggal di rumah nenek, saya telah melewati ujian jurusan kedokteran dan praktek di rumah sakit Universitas Kyoto bagian penyakit anak-anak, bulan April tahun depan akan praktek di rumah sakit kota Sapporo.”
“Sesuai dengan tatakrama, kami datang mengunjungi rumah sakit ini terlebih dahulu, sekalian sembahyang di makam ayah, setelah berdiskusi dengan adik saya yang – pernah berpikir untuk menjadi majikan toko mie nomor 1 tapi belum tercapai – sekarang bekerja di Bank Kyoto, kami mempunyai sebuah rencana yang istimewa… yaitu pada malam Chu Si tahun ini, kami bertiga ibu dan anak akan mengunjung Pei Hai Thing di Sapporo, memesan 3 mangkuk mie kuah Pei Hai Thing.”
Sang istri majikan akhirnya pulih ingatannya, menepuk bahu sang suami sambil berkata: “Selamat datang! Silakan… Ei! Meja nomor 2, tiga mangkuk mie kuah.”
Tanggal 31 bulan Desember lima belas tahun yang lalu, yang juga merupakan malam Chu Si, di sebuah jalan di kota Sapporo, Jepang, ada sebuah toko mie yang bernama “Pei Hai Thing” (Pei = Utara; Hai = Laut; Thing = Kios, toko).
Makan mie pada malam Chu Si, adalah adat istiadat turun temurun dari orang Jepang, pada hari itu pemasukan toko mie sangatlah baik, tidak terkecuali “Pei Hai Thing”, hampir sehari penuh dengan tamu pengunjung, tetapi setelah jam 22.00 ke atas sudah tidak ada pengunjung yang datang lagi. Pada saat biasanya jalan yang sangat ramai hingga waktu subuh – karena pada hari itu semua orang terburu-buru pulang rumah untuk merayakan Tahun Baru – sehingga dengan cepat menjadi sunyi dan tenang.
Majikan dari toko mie “Pei Hai Thing” adalah seseorang yang jujur dan polos, istrinya adalah seorang yang ramah tamah dan melayani orang penuh dengan kehangatan. Saat tamu terakhir pada malam Chu Si itu telah keluar dari toko mie, dan pada saat sang istri tengah bersiap untuk menutup toko, pintu toko itu sekali lagi terbuka, seorang wanita membawa dua orang anaknya berjalan masuk, kedua anak itu kira-kira berusia 6 tahun dan 10 tahun, mereka mengenakan baju olahraga baru yang serupa satu dengan yang lainnya, tetapi wanita tersebut malah memakai baju luar – bercorak kotak – yang telah usang.
“Silakan duduk !” Sang majikan mengucapkan salam.
Wanita itu berkata dengan takut-takut: “Bolehkah… memesan semangkuk mie kuah ?”
Kedua anak di belakangnya saling memandang dengan tidak tenang.
“Tentu… tentu boleh, silakan duduk di sini !” Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2 di paling pinggir, lalu berteriak dengan keras ke arah dapur: “Semangkuk mie kuah !”
Sebenarnya jatah semangkuk untuk satu orang hanyalah satu ikat mie, sang majikan menambahkan lagi sebanyak setengah ikat, dan menyiapkannya dalam sebuah mangkuk besar penuh, hal ini tidak diketahui oleh sang istri dan tamunya itu.
Ibu dan anak bertiga mengelilingi semangkuk mie kuah tersebut dan menikmatinya dengan lezat, sambil makan, sambil berbicara dengan suara yang kecil, “Sangat enak sekali !”
Sang kakak berkata: “Ma, kamu juga coba-coba dong!”
Sang adik sambil berkata, dia menyumpit mie untuk menyuapi ibunya. Tidak lama kemudian mie pun telah habis, setelah membayar 150 yen, ibu dan anak bertiga dengan serempak memuji dan menghaturkan terima kasih “Sangat lezat sekali, banyak terima kasih!” serta membungkuk memberi hormat, lalu berjalan meninggalkan toko.
Setiap hari berlalu dengan sibuknya, tak terasa setahun pun berlalu. Dan tiba lagi pada tanggal 31 Desember, usaha dari “Pei Hai Thing” masih tetap ramai, kesibukan pada malam Chu Si akhirnya selesai, telah lewat dari jam 22.00, sang istri majikan ketika tengah berjalan ke arah pintu untuk menutup toko, pintu itu lalu terbuka lagi dengan pelan, yang masuk ke dalam adalah seorang wanita parobaya sambil membawa dua orang anaknya. Sang istri ketika melihat baju luar bercorak kotak yang telah usang itu, dengan seketika teringat kembali tamu terakhir pada malam Chu Si tahun lalu.
“Bolehkah… membuatkan kami… semangkuk mie kuah ?”
“Tentu, tentu, silakan duduk !”
Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2 yang pernah mereka duduk di tahun lalu, sambil berteriak dengan keras “Semangkuk mie kuah!”.
Sang majikan sambil menyahuti, sambil menyalakan api yang baru saja dipadamkan.
Istrinya dengan diam-diam berkata di samping telinga suami: “Ei, masak 3 mangkuk untuk mereka, boleh tidak ?”
“Jangan, kalau demikian mereka bisa merasa tidak enak.”
Sang suami sambil menjawab, sambil menambahkan setengah ikat mie lagi ke dalam kuah yang mendidih.
Ibu dan anak bertiga mengelilingi semangkuk mie kuah itu sambil makan dan berbicara, percakapan itu juga terdengar sampai telinga suami istri pemilik toko.
“Sangat wangi… sangat hebat… sangat nikmat!”
“Tahun ini masih bisa menikmati mie dari Pei Hai Thing, sangatlah baik!”
“Alangkah baiknya jika tahun depan masih bisa datang untuk makan di sini.”
Setelah selesai makan dan membayar 150 yen, ibu dan anak bertiga lalu berjalan meninggalkan Pei Hai Thing.
“Terima kasih banyak! Selamat bertahun baru.”
Memandang ibu dan anak yang berjalan pergi, suami istri pemilik toko berulang kali membicarakannya dengan cukup lama.
Malam Chu Si pada tahun ketiga, usaha dari “Pei Hai Thing” tetap berjalan dengan sangat baik, sepasang suami istri saking sibuknya sampai tidak ada waktu untuk berbicara, tetapi setelah lewat pukul 21.30, kedua orang itu mulai berperasaan tidak tenang.
Jam 22.00 telah tiba, pegawai toko juga telah pulang setelah menerima “Hung Pao” (Ang Pao), majikan toko dengan tergesa-gesa membalikkan setiap lembar daftar harga yang tergantung di dinding, daftar kenaikan harga “Mie Kuah 200 yen semangkuk” sejak musim panas tahun ini, ditulis ulang menjadi 150 yen.
Di atas meja nomor 2, sang istri pada saat 3 menit yang lalu telah meletakkan kartu tanda “Telah dipesan”. Sepertinya ada maksud untuk menunggu orang yang akan tiba setelah seluruh tamu telah pergi meninggalkan toko, setelah lewat jam 22.00, ibu dengan dua orang anak ini akhirnya muncul kembali.
Sang kakak memakai seragam SMP, sang adik mengenakan jaket – yang kelihatan agak kebesaran – yang dipakai kakaknya tahun lalu, kedua anak ini telah tumbuh dewasa, sang ibu masih tetap memakai baju luar bercorak kotak usang yang telah luntur warnanya.
“Silakan masuk! Silakan masuk ” Istri majikan toko menyambut dengan hangat.
Melihat istri majikan toko yang menyambut dengan senyum hangat, ibunda dua anak itu dengan takut-takut berkata: “Tolong… tolong buatkan 2 mangkuk mie, bolehkah ?”
“Baik, silakan duduk!”
Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2, dengan cepat menyembunyikan tanda “Telah Dipesan” seakan-akan tak pernah diletakkan di sana, lalu berteriak ke arah dalam “2 mangkuk mie”.
Sang suami sambil menyahuti, sambil melempar 3 ikat mie ke dalam kuah yang mendidih. Ibu dan anak sambil makan, sambil berbicara, kelihatannya sangat bergembira, sepasang suami istri yang berdiri di balik pintu dapur juga turut merasakan kegembiraan mereka.
“Siao Chun dan kakak, mama hari ini ingin berterima kasih kepada kalian berdua !”
“Terima kasih !”
“Mengapa ?”
“Begini, kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan 8 orang terluka yang disebabkan oleh ayah kalian, pada setiap bulan dalam beberapa tahun ini haruslah menyerahkan uang sebesar 50,000 yen untuk menutupi bagian yang tak dapat dibayar oleh pihak asuransi.”
“Ya, hal ini kami tahu!” Sang kakak menjawab.
Istri pemilik toko dengan tak bergerak mendengarkan.
“Yang pada mulanya harus membayar hingga bulan Maret tahun depan, telah terlunasi pada hari ini !”
“Oh, mama, benarkah ?”
“Ya, benar, karena kakak mengantar koran dengan rajin, Siao Chun membantu untuk beli sayur dan masak nasi, sehingga mama bisa bekerja dengan hati yang tenang. Perusahaan memberikan bonus spesial kepada saya karena tidak pernah absen kerja, sehingga hari ini dapat melunasi seluruh bagian yang tersisa.”
“Ma! Kakak! Alangkah baiknya, tapi kelak tetap biarkan Siao Chun yang menyiapkan makan malam.”
“Saya juga ingin terus mengantar koran.”
“Terima kasih kepada kalian kakak beradik, benar-benar terima kasih!”
“Siao Chun dan saya ada sebuah rahasia, dan terus tidak memberitahu mama, itu adalah… pada sebuah hari Minggu di bulan November, sekolah Siao Chun menghubungi wali murid untuk hadir melihat program bimbingan belajar dari sekolah, guru dari Siao Chun secara khusus menambahkan sepucuk surat, yang mengatakan sebuah karangan Siao Chun telah dipilih sebagai wakil seluruh “Pei Hai Tao (Hokkaido)”, untuk mengikuti lomba mengarang seluruh negeri. Hari itu saya mewakili mama untuk menghadirinya.”
“Benar ada hal ini ? Lalu ?”
“Tema yang diberikan guru adalah “Cita-Citaku (Wo Te Ce Yuen)”,
Siao Chun dengan karangan bertema semangkuk mie kuah, dipersilakan untuk membacanya di hadapan para hadirin.”
“Isi dari karangan itu menuliskan, ayah mengalami kecelakaan lalu lintas, dan meninggalkan hutang yang banyak; demi untuk membayar hutang, mama bekerja keras dari pagi hingga malam, sampai hal saya mengantar koran juga ditulis oleh Siao Chun.”
“Masih ada, pada malam tanggal 31 Desember, kami bertiga ibu dan anak bersama-sama memakan semangkuk mie kuah, sangatlah lezat.. 3 orang hanya memesan semangkuk mie kuah, sang pemilik toko, yaitu paman dan istrinya malah masih mengucapkan terima kasih kepada kami, serta mengucapkan selamat bertahun baru kepada kami! Suara itu sepertinya sedang memberikan dorongan semangat untuk kami untuk tegar menjalani hidup, secepatnya melunasi hutang dari ayah.”
“Oleh karena itu, Siao Chun memutuskan untuk membuka toko mie setelah dewasa nanti, untuk menjadi pemilik toko mie nomor 1 di Jepang, juga ingin memberikan dorongan semangat kepada setiap pengunjung! Semoga kalian berbahagia! Terima kasih!”
Sepasang pemilik toko yang terus berdiri di balik pintu dapur mendengarkan pembicaraan mereka mendadak tak terlihat lagi, ternyata mereka sedang berjongkok, selembar handuk masing-masing memegang ujungnya, berusaha keras untuk menghapus air mata yang tak hentinya mengalir keluar.
“Selesai membaca karangan, guru berkata: Kakak Siao Chun telah mewakili ibunya datang ke sini, silakan naik ke atas menyampaikan beberapa patah kata.”
“Sungguhkah ? Lalu kamu bagaimana ?”
“Karena terlalu mendadak, saat mulai tidak tahu harus mengucapkan apa baiknya, saya lantas mengucapkan terima kasih kepada semua orang atas perhatian dan kasih sayang terhadap Siao Chun, adik saya setiap hari harus membeli sayur menyiapkan makan malam, sering kali harus terburu-buru pulang dari kegiatan berkelompok, tentu mendatangkan banyak kesulitan bagi semua orang, tadi pada saat adik saya membacakan “Semangkuk mie kuah”, saya sempat merasa malu, tetapi sewaktu melihat adik saya dengan dada tegap dan suara yang lantang menyelesaikan membaca krangan, merasa perasaan malu itulah yang benar-benar memalukan.”
“Beberapa tahun ini, keberanian mama yang hanya memesan semangkuk mie kuah, kami kakak beradik tidak akan pernah melupakannya… kami berdua pasti akan giat dan rajin, merawat ibu dengan baik, hari ini dan seterusnya masih meminta tolong kepada para hadirin untuk memperhatikan adik saya.”
Ibu dan anak bertiga secara diam-diam saling memegang tangan dengan erat, saling menepuk bahu, menikmati mie tahun baru dengan perasaan yang lebih berbahagia dibanding tahun sebelumnya, membayar 300 yen dan mengucapkan terima kasih, lalu memberikan hormat dan meninggalkan toko mie.
Majikan toko seperti sedang menutup tahun yang lama, dengan suara yang keras mengucapkan “Terima kasih! Selamat Tahun Baru!”
Setahun pun berlalu lagi, toko mie Pei Hai Thing juga meletakkan tanda “Telah Dipesan” sambil menunggu, tetapi ibu dan anak bertiga tidak muncul. Tahun kedua, tahun ketiga, meja nomor 2 tetap kosong, ibu dan kedua anaknya tetap tidak muncul.
Usaha dari Pei Hai Thing semakin bagus, dalam tokonya pun telah direnovasi, meja dan kursinya telah diganti dengan yang baru, hanya meja nomor 2 itulah masih tetap pada aslinya.
Banyak tamu pengunjung merasa heran, istri majikan lantas menceritakan kisah semangkuk mie kuah kepada para pengunjung. Meja nomor 2 itu lantas menjadi “Meja Keberuntungan”, setiap pengunjung menyampaikan kisah ini kepada yang lainnya, ada banyak pelajar yang merasa ingin tahu, datang dari kejauhan demi untuk melihat meja tersebut dan menikmati mie kuah, semua orang umumnya ingin duduk di meja tersebut.
Lalu setelah melewati malam Chu Si beberapa tahun ini, para pemilik toko di sekitar Pei Hai Thing, setelah menutup toko pada malam Chu Si, umumnya akan mengajak keluarganya menikmati mie di Pei Hai Thing. Sering berkumpul sebanyak 30 hingga 40 orang, sangatlah ramai. Ini telah merupakan hal yang biasa dalam 5-6 tahun terakhir ini. Semua orang telah mengetahui asal dari meja nomor 2, meski mulut tidak berbicara, tapi dalam hati berpikir “Meja yang telah dipesan pada malam Chu Si” di tahun ini kemungkinan akan sekali lagi dengan meja dan kursi yang kosong menyambut datangnya tahun baru.
Hari ini, semua orang sekali lagi berkumpul pada malam Chu Si, ada orang yang memakan mie, ada yang minum arak, semuanya berkumpul seperti sebuah keluarga. Setelah lewat pukul 22.00, pintu dengan tiba-tiba… terbuka kembali, semua orang yang berada di dalam langsung menghentikan pembicaraan, seluruh pandangan mata tertuju ke arah pintu yang terbuka itu.
Dua orang remaja yang berpakaian stelan jas yang rapi dengan baju luar di tangan, berjalan melangkah masuk. Semua orang menghembuskan napas lega. Saat istri majikan ingin mengatakan meja makan telah penuh dan memberitahu tamu tersebut, ada seorang wanita berpakaian kimono berjalan masuk, berdiri di tengah kedua remaja tersebut.
Seluruh orang yang berada dalam toko menahan napas mendengar wanita berpakaian kimono tersebut dengan perlahan mengatakan: “Tolong… tolong… mie kuah… untuk jatah 3 orang, bolehkah?”
Belasan tahun telah berlalu, sang istri majikan toko seketika berusaha keras untuk mengingat kembali gambaran ibu muda dengan dua orang anaknya pada 10 tahun yang lalu.
Sang suami di balik dapur juga termenung. Seorang di antara ibu dan anak tersebut menatap sang istri yang tengah salah tingkah tersebut dan mengatakan: “Kami bertiga ibu dan anak, pada 14 tahun yang lalu pernah memesan semangkuk mie kuah di malam Chu Si, mendapatkan dorongan semangat dari semangkuk mie tersebut, kami ibu dan anak bertiga baru dapat menjalani hidup dengan tegar.”
“Lalu kami pindah ke kabupaten (Ce He) tinggal di rumah nenek, saya telah melewati ujian jurusan kedokteran dan praktek di rumah sakit Universitas Kyoto bagian penyakit anak-anak, bulan April tahun depan akan praktek di rumah sakit kota Sapporo.”
“Sesuai dengan tatakrama, kami datang mengunjungi rumah sakit ini terlebih dahulu, sekalian sembahyang di makam ayah, setelah berdiskusi dengan adik saya yang – pernah berpikir untuk menjadi majikan toko mie nomor 1 tapi belum tercapai – sekarang bekerja di Bank Kyoto, kami mempunyai sebuah rencana yang istimewa… yaitu pada malam Chu Si tahun ini, kami bertiga ibu dan anak akan mengunjung Pei Hai Thing di Sapporo, memesan 3 mangkuk mie kuah Pei Hai Thing.”
Sang istri majikan akhirnya pulih ingatannya, menepuk bahu sang suami sambil berkata: “Selamat datang! Silakan… Ei! Meja nomor 2, tiga mangkuk mie kuah.”
Langganan:
Postingan (Atom)