sinar motivasi
Membuat perubahan hidup baru
Cinta Sejati
Aku dan Cecile sudah bersahabat lebih
masih kuliah. Kami tinggal berjauhan, tapi sejak mula-mula berkenalan,
persahabatan kami terus berlanjut. Kami saling berbagi pengalaman
menikah, melahirkan, bercerai, menghadapi kematian orang-orang
kami cintai – singkatnya, masa-masa ketika orang benar-benar
membutuhkan sahabat.
Untuk merayakan persahabatan dan sekaligus ulang tahun kami yang kelima
puluh, aku dan Cecile mengadakan perjalanan dengan mobil, bersama-sama.
Kami berangkat dari rumahku di Texas, menuju California, lalu kembali
lagi. Kami sangat menikmati perjalanan ini.
Hari pertama perjalanan kami berakhir di Santa Fe, New Mexico. Setelah
lama bermobil, kami lelah sekali. Maka kami memutuskan untuk makan
malam di restoran dekat hotel. Kami duduk di tempat yang agak sepi.
Hanya
kami bersantai dan mengobrol tentang perjalanan hari itu. Sambil
mengobrol aku melayangkan pandang pada orang-orang lain di ruangan itu.
Tidak jauh dari kami, duduk sepasang suami-istri yang menarik, walaupun
sudah berumur. Sang pria bertubuh agak jangkung dan atletis, dengan
rambut keperakan dan kulit kecokelatan. Wanita di sampingnya bertubuh
mungil, cantik, dan pakaiannya bagus. Yang langsung menarik perhatianku
adalah tatapan sayang di wajah wanita itu. Ia menumpukkan dagunya di
kedua tangan dan memandangi wajah si pria yang sedang berbicara.
Ekspresinya seperti remaja yang sedang jatuh cinta.
Kuberitahukan pada Cecile, apa yang kulihat. Sementara kami
memperhatikan, si pria mengecup pipi si wanita dengan lembut. Wanita
itu tersenyum.
“Itu baru namanya cinta sejati,” kataku dengan mendesah. “Kurasa mereka
sudah lama sekali menikah. Tampaknya mereka sangat saling mencintai.”
“Atau mungkin mereka belum lama bersama-sama,” kata Cecile. “Bisa saja
mereka justru baru jatuh cinta.”
“Yah, bagaimanapun situasinya, yang jelas mereka sangat saling
mencintai.”
Diam-diam aku dan Cecile terus memperhatikan pasangan itu dan tanpa
malu-malu mencuri dengar pembicaraan mereka. Si pria sedang menjelaskan
tentang investasi baru yang ingin dilakukannya, dan ia meminta pendapat
si wanita. Si wanita tersenyum dan menyetujui apa-apa yang dikatakan si
pria. Ketika pelayan mendatangi meja mereka, si prialah yang memesankan
makanan untuk si wanita, sambil mengingatkan bahwa daging anak lembu
adalah makanan kesukaaan si wanita. Sambil berbicara ia terus
mengelus-elus tangan pasangannya, dan si wanita mendengarkan setiap
patah kata yang diucapkannya dengan penuh minat. Kami terpesona
menyaksikan pemandangan yang indah ini.
Tapi sekonyong-konyong segalanya berubah. Wajah keriput yang cantik itu
tampak bingung. Wanita itu memandangi si pria dan bertanya dengan
suaranya yang manis, “Apa aku kenal dengan Anda? Tempat apa ini? Di
mana kita berada?”
“Sayangku, tentau saja kau mengenalku. Aku Ralph, suamimu. Dan kita
berada di Santa Fe. Kita akan mengunjungi anak laki-laki kita di
Missouri besok. Kau tidak ingat?”
“Oh, entahlah. Rasanya aku lupa,” si wanita menyahut pelan.
“Tidak apa-apa, Sayang. Tidak apa-apa. Nikmati saja makan malammu, lalu
kita istirahat.” Si pria mengulurkan tangan dan membelai pipi wanita
itu. “Kau cantik sekali malam ini.”
Aku dan Cecile saling pandang dengan mata berkaca-kaca. “Dugaan kita
benar,” kata Cecile pelan. “Itu memang cinta sejati.”
=====
Frankie Germany – A Second Chicken Soup for the Woman’s Soul
Tidak ada komentar:
Posting Komentar