Feel Free To Read It

Kami Datang... Belajar... Dan Melayani
We Came... Learn.. And Serve

Sabtu, 20 November 2010

Sebuah Wejangan Bermakna

Hidup manusia seperti sandiwara, masing-masing punya peranan masing-masing. Ada yang menjadi orang tua untuk mendidik anak, menjadi anak untuk berbakti kepada orang tua, menjadi ayah sebagai kepala keluarga, sebagai abang yang selalu mengalah, mengalah dapat mempererat persaudaraan. Orang yang ramah pada masyarakat adalah seorang budiman.

Sebagai manusia kadang sulit memerankan perannya. Adakalanya keatas salah, kebawah juga salah. Adakalanya orang diatas serba salah kepada orang yang dibawah, begitu juga sebaliknya. Mau maju atau mundur juga serba salah. Jadi seorang manusia sangat sulit untuk memerankannya. Bila sulit menjadi manusia apakah kita masih mau menjadi manusia?

Dahulu ada seorang bhiksu tua dan dibelakangnya ada bhiksu kecil. Pada saat itu di luar ada 2 orang bhiksu sedang berdebat. Setelah beberapa saat berlalu, bhiksu A masuk ke dalam dan berkata, “Guru,menurut saya masalah ini harusnya begini tapi bhiksu B malah bilang saya salah. Menurut Anda saya yang benar atau dia yang benar?” Bhiksu tua berkata, “Kamu benar”. Bhiksu A senang dan berjalan ke luar. Tak lama Bhiksu B masuk ke dalam dengan emosi, berkata “Guru, masalah sayalah yang benar, saya punya bukti, yang dikatakan oleh Bhiksu A adalah salah. Menurut Anda siapa benar?”

Bhiksu tua berkata,”Andalah yang benar.” Bhiksu B dengan senang keluar. Pada saat itu Bhiksu kecil yang berdiri di belakang kebingungan, dan bertanya “Guru,kalo A yang benar, ya benar, kenapa dua-duanya benar?” Bhiksu tua memandang Bhiksu kecil dan berkata, “Anda juga benar…”

Kita mungkin merasa heran kenapa ketiga-tiganya benar? Kita sering mendengar dunia adalah lautan penderitaan. Tapi manusia justru tak tau kalo lautan penderitaan itu adalah hatinya sendiri. Hati ada : jahat-baik, panjang-pendek, bergerak-diam, lebar-sempit, welas asih-kesedihan, ketulusan-keraguan, sama seperti air laut yang begitu ganasnya. Adakalanya juga sama seperti air danau yang begitu tenangnya. Pada saat kekuatiran muncul seperti ombak yang sambung-menyambung menyiksa diri kita.

Coba tanyakan kepada diri sendiri, bukankah penderitaan itu berasal dari hati kita sendiri? Dengan orang kita sering berdebat mana benar-salah, berebut kekuasaan. Apa yang kita dapatkan / menangkan? Bila kita mendapatkan segala yang kita inginkan tetapi justru kita kalah kepada hati nurani kita. Anda telah merusak kualitas diri anda sendiri. Anda kehilangan etika kehidupan kita. Bila begitu bahagiakah kita? Apakah segala sesuatu yang ada disekeliling kita atau suasana hati yang membuat kita tidak bahagia? (suasana hati kita)

Kalau kita menyelesaikan masalah dengan bertengkar maka masalah itu tidak akan selesai. Seseorang saat emosi tidak lagi memikirkan apa yang dikatakan. Hari ini kita adalah seorang Pembina, walau kehilangan logika, kita tetap harus mengeluarkan hati nurani / kebajikan dari dalam diri kita. Lama kelamaan kebiasaan ini bisa menjadi kebiasaan. Pada saat masalah itu timbul kita akan otomatis bisa menghadapi masalah dengan sabar. Kalau mengalah satu langkah maka langit luas ada di depan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar